Demo Pekerja Pariwisata di Gedung Sate

Kisah Pahit Sopir Bus Usai Dedi Mulyadi Larang Study Tour: Kerja Serabutan, Upah Rp 1 Juta Sebulan

Sejak Gubernur Jabar mengeluarkan SE larangan Study Tour, tak ada lagi trip yang masuk dan akhirnya membuat sopir menganggur.

|
tribunjabar.id / Nazmi Abdurrahman
Ratusan bus pariwisata memadati ruas jalan Diponegoro, Kota Bandung saat sejumlah pekerja pariwisata se-Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di Gedung Sate, Senin (21/7/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Jaya Slamet (37) terpaksa harus bekerja serabutan, tak lama setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeluarkan Surat Edaran (SE) nomor 45/PK.03.03.KESRA tentang larangan menggelar studi tour.

Jaya merupakan sopir Bus Pariwisata di Perusahaan Otobus Bukit Jaya, Kuningan. Sebelum ada SE tersebut, Jaya biasa mengantar wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia. 

“Seminggu bisa tiga kali, sebulan bisa 10 sampai 12 kali jalan antar wisatawan,” ujar Jaya, saat ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). 

Bekerja sebagai sopir bus pariwisata, Jaya tidak memiliki gaji tetap setiap bulan. Pendapatannya mengandalkan seberapa banyak dia mendapatkan trip. 

“Saya dibayar per trip, biasanya kalau ke Yogyakarta misalnya, dibayar Rp 500 ribu, kalau satu bulan full masuk, bisa dapat Rp 4 jutaan,” katanya. 

DEMO PENGUSAHA PARIWISATA - Sejumlah sopir, kernet bus dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat, melakukan aksi unjuk rasa di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (21/7/2025).
DEMO PENGUSAHA PARIWISATA - Sejumlah sopir, kernet bus dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat, melakukan aksi unjuk rasa di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). (Tribun Jabar/ Nazmi Abdurrahman)

Namun, sejak Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi mengeluarkan SE larangan Study tour ke luar Jawa Barat, tak ada lagi trip yang masuk. 

“Sekarang, sejak ada surat edaran larangan itu paling Rp1 juta juga tidak sampai. Kebanyakan sekarang nganggur, serabutan saja. Di rumah kalau ada yang nyuruh nyangkul ya nyangkul, kadang jadi sopir truk juga,” katanya. 

Dampak dari kebijakan ini, kata dia, tidak hanya merugikan perusahaan, tapi juga sopir. Sebab, Bus Pariwisata sangat mengandalkan konsumen yang didominasi dari study tour

Koordinator aksi solidaritas para pekerja pariwisata Jawa Barat, Herdi Sudardja mengatakan, kondisi ini berbeda dengan saat Pandemi Covid-19. 

Saat itu, kata dia, meski sektor pariwisata sangat terdampak, tapi ada bantuan dari pemerintah. Berbeda dengan kebijakan Dedi Mulyadi yang tidak memberikan solusi apapun.

“Jabar bukan Bali. Menu utama Bali itu wisatawan asing. Menu utama Jawa Barat itu adalah wisatawan, study tour, anak-anak sekolah yang jumlahnya cukup besar, potensi pasarnya sangat besar," katanya.  

DEMO PEKERJA WISATA - Sejumlah bus terlihat parkir di Jalan Diponegoro saat pekerja pariwisata unjuk rasa di Gedung Sate, Senin (21/7/2025).
DEMO PEKERJA WISATA - Sejumlah bus terlihat parkir di Jalan Diponegoro saat pekerja pariwisata unjuk rasa di Gedung Sate, Senin (21/7/2025). (Tribun Jabar / Hilman Kamaludin)

Sebelumnya, sejumlah sopir, kernet bus dan pelaku usaha pariwisata di Jawa Barat, mendesak Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi mencabut Surat Edaran (SE), nomor 45/PK.03.03.KESRA tentang larangan menggelar studi tour.

Desakan itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang digelar di halaman Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). 

Menurut pantauan, aksi itu dimulai dengan iring-iringan bus sambil membunyikan klakson telolet yang di parkiran di kiri dan kanan halaman Gedung Sate. Parkiran bus tersebut pun, menutup akses Jalan Diponegoro, dari arah Pusdai dan Sultan Agung-Aria Jipang.

Setelah itu, masa ke kemudian berkumpul di halaman Gedung Sate untuk menyampaikan orasi di atas mobil komando. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved