Tak Sejahat yang Dikira, Kuasa Hukum Ungkap Cerita di Balik Gugatan Kakek ke Cucunya di Indramayu

Tak hanya ramai dibicarakan di media lokal, kasus ini bahkan mencuat di dunia maya karena dianggap mengandung ironi.

handhika rahman/tribun jabar
KAKEK GUGAT CUCU - Kakek dan Nenek dari Zaki, Kadi dan Narti di Kantor LBH Dharma Bakti Indramayu, Selasa 8 Juli 2025 memperlihatkan surat pernyataan mengosongkan tanah. 

Mereka menyiapkan dana senilai Rp 100 juta. Sayangnya, menurut pengakuan Ade, nominal tersebut ditolak mentah-mentah oleh Heryatno.

Alih-alih menerima, cucu pertamanya itu disebut mengajukan tuntutan agar kompensasi dinaikkan menjadi Rp 350 juta.

Permintaan tersebut dianggap memberatkan oleh pihak kakek, hingga akhirnya diminta dilakukan penilaian profesional oleh Appraisal. Setelah dihitung secara objektif, nilai rumah itu ditaksir senilai Rp 108 juta.

“Dari Appraisal membuka harga rumah Rp 108 juta. Namun, tidak disetujui juga oleh cucunya. Naik harganya, tetap tidak disetujui lagi,” jelas Ade.

Kondisi rumah yang digugat kakek kepada cucunya yang masih berusia 12 tahun di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Senin (7/7/2025)
Kondisi rumah yang digugat kakek kepada cucunya yang masih berusia 12 tahun di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Senin (7/7/2025) (Tribuncirebon.com / Handhika Rahman)

Saprudin, kuasa hukum lainnya dari pihak Kadi dan Narti, menjelaskan bahwa setelah permintaan demi permintaan yang tidak berujung pada kesepakatan, pihak sang kakek merasa seperti dipermainkan.

Mereka pun kemudian menghentikan pembicaraan soal kompensasi dan mengambil tindakan konkret, salah satunya dengan mengirimkan tanah merah ke rumah yang disengketakan, dengan maksud untuk menanggulangi rob yang sering melanda wilayah tersebut.

“Jadi bukan untuk teror atau menghalang-halangi jalan rumah seperti yang disangka cucunya. Itu untuk pemadatan,” terang Saprudin.

Menurutnya, tindakan itu dilakukan karena Heryatno sebelumnya telah menandatangani pernyataan bersedia meninggalkan rumah.

Jika pun muncul konflik, penyelesaiannya bisa dilakukan secara kekeluargaan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, permintaan tersebut dianggap sebagai tekanan oleh pihak cucu. Akibatnya, hubungan keluarga ini makin merenggang.

Saprudin juga mengungkapkan, tanah yang dipermasalahkan dalam perkara ini memiliki luas 162 meter persegi dan sepenuhnya merupakan hak milik Kadi dan Narti, sesuai dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) nomor 402 atas nama mereka.

Tanah itu dibeli secara sah oleh keduanya pada tahun 2008 dengan harga Rp 50 juta dan sertifikatnya rampung dua tahun kemudian.

"Dibeli tahun 2008, sertifikat jadi 2010 pakai nama dia sendiri," tegas Saprudin.

KAKEK GUGAT CUCU - Kuasa hukum Kadi dan Narti, Saprudin (kemeja hijau) dan Ade Firmansyah Ramadhan (kemeja putih berdasi) di kantor LBH Dharma Bakti Indramayu, Selasa (8/7/2025).
KAKEK GUGAT CUCU - Kuasa hukum Kadi dan Narti, Saprudin (kemeja hijau) dan Ade Firmansyah Ramadhan (kemeja putih berdasi) di kantor LBH Dharma Bakti Indramayu, Selasa (8/7/2025). (handhika rahman/tribun jabar)

Setelah dibeli, tanah itu digunakan oleh anak mereka, Suparto, untuk membangun rumah dan membuka usaha ikan bakar. Dalam prosesnya, Kadi dan Narti ikut berperan mendukung pembangunan rumah tersebut.

“Dan dalam membangun rumah itu, kakek nenek ini juga ikut andil seperti untuk jendela, dan lain-lain, namanya juga orang tua,” imbuhnya.

Menurut Ade, hubungan antara Kadi dan keluarga Suparto selama ini sebenarnya cukup dekat. Meski Kadi bukan ayah kandung dari Suparto, ia selalu mendukung anak tirinya tersebut dari segi apapun, termasuk dalam mengembangkan usaha. Bahkan saat Heryatno masih kecil, Kadi dan Narti ikut mengasuhnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved