Rombel 50 Siswa Dikritik hingga Disebut 'Kebijakan Anak TK', Dedi Mulyadi Tanggapi: Ini Darurat

Dedi Mulyadi bahkan disentil warganet yang menyebut kebijakan tersebut sebagai 'kebijakan anak TK'.

Kolase Dok Dedi Mulyadi - Net
POLEMIK ROMBEL 50 SISWA - Gubernur Jabar Dedi Mulyadi (kiri) dan ilustrasi ruang kelas - Kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi soal rombongan belajar (rombel) jadi 50 siswa kini jadi sorotan 

TRIBUNJABAR.ID - Kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi soal rombongan belajar (rombel) jadi 50 siswa kini jadi sorotan.

Banyak warganet yang tak setuju dan mengeluhkan kebijakan di dunia pendidikan Jawa Barat tersebut.

Rombel 50 siswa dinilai membuat guru sulit melakukan pengawasan.

Baca juga: FKSS Ancam Gugat Keputusan Dedi Mulyadi ke PTUN bila Rombel Sekolah Negeri Tetap Ditambah

Dedi Mulyadi bahkan disentil warganet yang menyebut kebijakan tersebut sebagai 'kebijakan anak TK'.

Warganet tersebut mengkritik kebijakan rombel jadi 50 siswa dan menilai kebijakan tersebut tak baik.

"Maaf pk dedi...saya gk setuju perkelas 50 siswa. itu siswa gk akan terpantau oleh guru. seharus nya jabar siapkan dulu sekolah negrinya bukan siswa nya di padatin di kelas. katanya pk dedi cerdas ko gak kebijakan nya kaya anak TK....," tulis Warganet dikutip di laman komentar media sosial KDM.

"Iya 30 siswa aja udah banyak ,,,yg jelas mending kaya dulu titik ,,mau jauh mau deket biar jd tanggung jawab masing2," tulis warganet lain.

"bagaimana untuk sekolah swasta pak ? karena kebijakan 50 siswa per rombel makin susah dapet murid, makin banyak tenaga pendidik yang kurang jam mengajar, makin banyak yang terpaksa di PHK makin banyak pengangguran, kenapa tidak dilempar ke swasta ? terutama yang swasta gratis seperti sekolah kami," tulis yang lainnya.

Meski banyak yang mengkritisi, ada pula warganet yang memahami maksud kebijakan Dedi Mulyadi.

Pada Kamis (3/7/2025), Dedi Mulyadi merespons apa yang ramai diperbincangkan warganet soal kebijakan jumlah siswa dalam satu kelas di Jawa Barat tersebut.

Menurut Dedi, ada yang kurang paham soal 50 siswa satu kelas, karena disebutkan itu adalah maksimal.

"Hari ini ramai memperbincangkan kebijakan gubernur bahwa sekolah maksimal bisa menerima siswa 50 orang. Kalimatnya maksimal, artinya bisa dalam setiap kelas itu 30, bisa 35," kata Dedi Mulyadi dikutip dari akun TikTok-nya, Kamis.

Baca juga: Tak Perlu Tambah Rombel, FKSS Jabar Pastikan Sekolah Swasta Bisa Bantu Cegah Anak Putus Sekolah

Dedi juga menjelaskan bahwa apabila di daerah tersebut banyak siswa yang dekat dengan sekolahnya, punya kemampuan ekonominya rendah, lalu ketika tidak diterima oleh sekolah negeri, maka dia akan putus sekolah karena ketidakmampuannya.

"Tidak mampu itu bukan hanya tidak mampu membayar tiap bulan, bisa saja dia bisa membayar tiap bulan karena tidak terlalu mahal, misalnya bayaran bulannya Rp 200 atau Rp 300, dia mampu," kata Dedi.

"Tapi ternyata dia berat di ongkos menuju sekolahnya. Maka pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil kebijakan daripada anak Jawa Barat tidak sekolah, maka lebih baik sekolah," sambung Dedi.

Kebijakan satu kelas maksimal 50 siswa itu, kata Dedi juga hanya akan berlaku di awal.

Karena di tahun ajaran berikutnya sekolah bisa dibangunkan kelas baru.

"Walaupun sekolah tersebut kelasnya 50, itu kelasnya 50 awal, kenapa ? karena nanti dalam tahun ajaran berikutnya, dalam semester berikutnya, pemerintah Jawa Barat pasti membangun ruang kelas baru, nah ruang kelas baru ini nanti bisa menurunkan kembali jumlah siswanya," katanya.

"Misalnya karena banyaknya minat masuk ke sekolah akhirnya nerimanya 50 dalam setiap kelas, nanti dibangun kelas baru sehingga kembali lagi menjadi 30 atau menjadi 35," imbuh KDM.

Dedi mengungkap alasan kenapa kebijakan ini diberlakukan.

Dedi menyebut, kondisi darurat jadi alasan kenapa ini diberlakukan.

"Kenapa cara ini dilakukan, ini darurat, kenapa dianggap darurat ?, karena daripada rakyat tidak sekolah, lebih baik bersekolah," kata Dedi.

"Dari pada mereka nongkrong di pinggir jalan, kemudian berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan usianya, lebih baik dia sekolah walaupun sekolahnya sederhana, itu prinsip saya," sambung Dedi.

Baca juga: DPRD Jabar Minta FKSS Tingkatkan Kualitas dan Layanan Sekolah Daripada Ributkan Penambahan Rombel 

Dedi mengatakan bahwa negara meminta anak untuk bersekolah, maka dari itu negara tak boleh menelantarkan warganya.

"Kemudian yang berikutnya adalah negara meminta rakyatnya sekolah, karena negara meminta rakyatnya sekolah, maka negara tidak boleh menelantarkan warganya sehingga tidak bersekolah," ungkap Dedi Mulyadi.


Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com

Sumber: Tribun Bogor
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved