DPR RI Pastikan Panggil Fadli Zon terkait Penyangkalan Rudapaksa Massal di Tragedi Mei 1998

Fadli Zon menyebut laporan investigatif dari media maupun dokumen resmi saat itu tidak menyajikan data yang cukup kuat.

Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Padna
DPR PANGGIL FADLI ZON - Suasana saat pemutaran film dokumenter tragedi Mei 1998 dan sesi diskusi di Rumah Perjuangan 145 Pangandaran di Parigi, Senin (20/5/2024) malam. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa Komisi X akan meminta penjelasan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyangkal kebenaran kasus rudapaksa massal dalam Tragedi Mei 1998.  

Fadli menilai bahwa istilah “perkosaan massal” membutuhkan verifikasi fakta yang lebih kuat.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini," kata Fadli Zon melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

"Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya menambahkan.

Menurut Fadli, kerusuhan pada masa itu memang menyimpan banyak bentuk kejahatan, tetapi labelisasi “massal” terhadap kekerasan seksual harus digunakan dengan sangat hati-hati.

"Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," ungkapnya. 

Dia menyebut laporan investigatif dari media maupun dokumen resmi saat itu tidak menyajikan data yang cukup kuat.

"Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif," ucapnya. 

Menanggapi kritik soal penghilangan narasi perempuan dalam buku Sejarah Indonesia, Fadli menyatakan bahwa justru semangat utamanya adalah untuk memperkuat kontribusi perempuan.

"Justru sebaliknya, salah satu semangat utama penulisan buku ini adalah memperkuat dan menegaskan pengakuan terhadap peran dan kontribusi perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa," tuturnya. 

Dia juga menyampaikan bahwa isu-isu perempuan telah diakomodasi dalam penyusunan buku hingga Mei 2025, termasuk sejarah gerakan perempuan, kekerasan berbasis gender, dan kesetaraan dalam pembangunan.(*)

Chaerul Umam/Tribunnews

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved