Buang Sampah Kini Tak Sekadar Pada Tempatnya, DLH Kota Bandung Anjurkan Pilah dari Rumah jadi MOL

DLH Kota Bandung mengajak seluruh elemen masyarakat mulai menyimpan dan memilah sampah yang dihasilkannya, khususnya dari rumah tangga.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
SAMPAH RUMAH TANGGA - Foto ilustrasi petugas sedang mengangkut sampah rumah tangga yang menumpuk di Jalan Terusan Cibaduyut, RW 06, Desa Cangkuang Kulon, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Selasa (19/1/2021). DLH Kota Bandung mengajak seluruh elemen masyarakat mulai menyimpan dan memilah sampah yang dihasilkannya, khususnya dari rumah tangga. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung mengajak seluruh elemen masyarakat mulai menyimpan dan memilah sampah yang dihasilkannya, khususnya dari rumah tangga.

Jabatan Fungsional (Jafung) Penyuluh Lingkungan Hidup DLH Kota Bandung, Dedy Dharmawan, menilai, dalam kondisi saat ini istilah buang sampah pada tempatnya seolah tidak relevan.

Sebab, menurut dia, daya tampung tempat pembuangan akhir (TPA) telah mencapai batas maksimal, dan tidak menutup kemungkinan bakal ditutup, sehingga masyarakat dituntut mampu menyelesaikan sampah yang dihasilkannya.

"Memilah sampah itu 10 menit juga selesai, organik dan anorganik, kemudian disimpan serta diolah sendiri oleh masyarakat, sehingga tidak perlu lagi dibuang ke TPA," kata Dedy Dharmawan saat ditemui usai Sharing Session Zero Waste dalam rangkaian Festival Harmoni di Kampus IV Universitas Pasundan (Unpas), Jalan Dr Setiabudhi, Kota Bandung, Sabtu (14/6/2025).

Ia mengatakan sampah anorganik yang telah dipilah dapat disedekahkan kepada pemulung, ditabung ke bank sampah atau diolah sendiri oleh masyarakat menjadi ecobrick hingga kerajinan yang memiliki nilai ekonomis.

Baca juga: Sepanjang 2025 Lima Pabrik di Jawa Barat Gulung Tikar, Ribuah Pekerja Sudah Terkena PHK

Dedy juga menunjukkan beberapa kerajinan dari hasil pengolahan sampah organik yang nilai jualnya berkisar antara Rp 5 ribu hingga ratusan ribu rupiah.

"Jika sudah dipilah, maka sampah anorganik bisa langsung dijual, dan sampah organik juga selesai, enggak ada yang dibuang, karena semuanya habis diolah masyarakat," ujar Dedy Dharmawan.

Olah Sampah Menjadi MOL

Pihaknya pun turut mendemonstrasikan pengolahan sampah organik dari sisa bahan makanan dapur rumah tangga menjadi mikro organisme lokal (MOL) yang memiliki banyak manfaat, dan caranya cukup mudah.

Yakni, mencampurkan sampah organik dengan air cucian beras, hingga gula merah ke dalam toples kemudian ditutup rapat menggunakan plastik yang diikat karet ban, dan disiram sedikit air di atasnya lalu didiamkan selama 14 hari.

Hasilnya, cairan MOL tersebut bermanfaat menjadi pupuk organik yang mempercepat pertumbuhan tanaman, bahkan kualitasnya diyakini jauh lebih baik dibanding pupuk kimia yang cenderung mengakibatkan kerusakan unsur hara pada tanah.

"Ampas sisa pembuatan MOL itu bisa diolah lagi dengan menambahkan serbuk gergaji, daun-daun basah maupun kering, kotoran hewan, lalu ditumpuk sampah organik, dan diberi sedikit semprotan MOL yang dicampur air, kemudian didiamkan selama 40 hari," kata Dedy Dharmawan.

Ia menyampaikan, pengolahan tersebut dapat terus-menerus ditumpuk sampah organik sisa bahan makanan yang dihasilkan dapur rumah tangga setiap harinya, kemudian ditambahkan serbuk gergaji dan cairan MOL yang dicampur air.

Baca juga: Ancaman Pergerakan Tanah di Purwakarta Meluas, Dikhawatirkan Sampai ke Tol Cipularang

Nantinya, mulai hari ke-41 hasil pengolahan sampah organik itu dapat dipanen setiap hari dari tumpukan paling bawah untuk digunakan menjadi media tanam yang juga memiliki khasiat mempercepat pertumbuhan tanaman.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved