Kebijakan KDM Hapus PR Bagi Siswa Disorot Pemerintah Pusat, Atip: Itu Kewenangan Pendidik

Kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari pemerintah pusat. 

Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
Tribun Jabar/ Nappisah
RANAHA PENDIDIK - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Senin (9/6/2025). Atip Latipulhayat menyebut penghapusan pekerjaan rumah bagi siswa merupakan ranah pendidik dan bukan ranah Gubernur Jawa Barat. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) bagi siswa yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari pemerintah pusat. 

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan bahwa penghapusan PR sejatinya merupakan ranah pendidik, bukan sepenuhnya keputusan pemerintah daerah.

Menurut Atip, pemerintah daerah memang memiliki ruang untuk menyusun kebijakan pendidikan, tetapi harus tetap berpijak pada regulasi yang berlaku dan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. 

Hal ini menjadi penting, mengingat pendidikan dasar dan menengah berada dalam kerangka kebijakan nasional yang telah diatur dalam undang-undang.

Baca juga: Wamendikdasmen Atip Latipulhayat Soroti Kebijakan Jam Masuk Sekolah Dedi Mulyadi: Perlu Dikaji Dulu

“Terkait kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) oleh Gubernur Jawa Barat, itu sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan pendidik. Pemerintah daerah memang bisa membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun tetap harus mengacu pada peraturan yang berlaku,” ujar Atip saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Senin (9/6/2025). 

Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam ini juga harus dikomunikasikan dengan pemerintah pusat, karena menyangkut jenjang pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah.

Lebih lanjut, Atip menjelaskan bahwa keberadaan PR bukanlah hal yang bisa diputuskan secara seragam dari atas.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks masing-masing sekolah, kebutuhan belajar siswa, dan gaya mengajar guru.

“Soal perlu atau tidaknya PR, itu sebenarnya sangat tergantung pada kondisi masing-masing satuan pendidikan. Karena proses belajar di tiap sekolah bisa berbeda, maka guru sebagai pendidik yang paling memahami kebutuhan siswanya,” ucapnya.

Dengan demikian, menurut Atip, pemberian atau penghapusan PR sebaiknya tidak ditentukan melalui kebijakan tunggal yang bersifat umum, melainkan diserahkan kepada pertimbangan profesional guru dan manajemen sekolah. (*) 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved