Longsor Gunung Kuda Cirebon

Kisah Puji, Korban Longsor Gunung Kuda Cirebon yang Menyelamatkan Orang Lain Sebelum Gugur

Ketika tanah mulai retak dan bebatuan bergeser, Puji melihatnya lebih dulu. Ia tahu bahaya sedang mengintai.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Seli Andina Miranti
Tribun Cirebon/ Adhim Mugni Mubaroq
FOTO KORBAN - Foto Almarhum Puji Siswanto, korban tewas longsor Gunung Kuda, Cirebon. Puji ditemukan dalam kondisi sudah tidak bernyawa bersama satu korban lainnya bernama Sudiono (51), warga Desa Girinata, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. 

Laporan Kontributor TribunCirebon.com, Adim Mubaroq

TRIBUNJABAR.ID, MAJALENGKA - Di balik deru alat berat dan tanah longsor yang menimbun harapan di Gunung Kuda, Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, nama Puji Siswanto (50) kini tinggal dalam kenangan.

Seorang ayah, suami, dan sahabat yang mengorbankan dirinya demi orang lain. Suaranya yang terakhir terdengar bukan rintihan, bukan keluhan, melainkan seruan penuh kepedulian: "Lari! Lari!".

Suara yang menyelamatkan orang lain. Tapi tidak sempat menyelamatkan dirinya sendiri.

Baca juga: Cerita Wawan Selamatkan Anaknya yang Tertimbun Longsor Gunung Kuda Cirebon: Saya Tarik-tarik Polisi

Pagi itu, Jumat (30/5/2025), seperti biasa, Puji bangun lebih awal, berpamitan dengan istrinya, lalu berangkat pukul lima pagi dari rumahnya di Desa Parungjaya, Leuwimunding, Majalengka. Ia menuju tambang Gunung Kuda Kabupaten Cirebon, tempatnya bekerja sebagai pekerja harian. Sudah tiga tahun ia mengais rezeki di sana demi dua anak perempuannya dan istrinya tercinta.

"Enggak ada firasat apa-apa, biasa aja. Cuma pamit kerja kayak biasanya," tutur kerabat korban, Ema Setia Laksana, Senin (2/6/2025) malam.

Di tambang, Puji dikenal sebagai pekerja rajin. Gajinya harian, antara Rp 100 ribu hingga Rp150 ribu, tergantung hasil. Bukan besar, tapi cukup untuk menafkahi keluarga. Anak sulungnya sudah mulai bekerja dan si bungsu baru kelas satu SMP.

Ketika tanah mulai retak dan bebatuan bergeser, Puji melihatnya lebih dulu. Ia tahu bahaya sedang mengintai. Tapi bukan dirinya yang lebih dulu ia pikirkan.

"Dia sempat teriak, 'Lari! Lari!' ke teman-temannya," cerita Ema, seraya menggambarkan suasana genting yang saat itu.

Rekan-rekannya lari. Operator alat berat selamat, meski luka-luka. Mereka mengatakan, andai Puji tidak berteriak, mereka mungkin juga ikut tertimbun.

"Operator nya datang ke sini kemarin, selamat. Sampai di sini sama istrinya nangia-nangis. Karena tanpa diberitahu kernetnya (Puji), mungkin dia juga seperti apa nasibnya," ucap Eman.

Tapi Puji tak sempat menyelamatkan diri. Tubuhnya terpeleset, menabrak kendaraan, dan longsor datang terlalu cepat. Ia tertimbun

"Ya mungkin Allah SWT berkehendak lain, beliau menyelamatkan yang lain, suruh lari, mas Puji-nya sendiri enggak bisa lari," tutur Ema.

Hari demi hari, jenazah-jenazah lain ditemukan. Tapi Puji tetap hilang. Hingga Senin sore (2/6/2025), di bawah bucket alat berat, tubuhnya ditemukan. Ketika jenazah tiba di rumah duka Senin malam, tak ada lagi isak tangis yang pecah keras. Yang ada hanya keheningan panjang dan mata-mata yang basah.

Baca juga: Hari Keempat Pencarian, Jenazah Warga Majalengka Korban Longsor Gunung Kuda Cirebon Ditemukan

"Setiap hari menangis. Tapi begitu jasad datang, sudah... sudah tidak bisa menangis lagi. Tangisnya habis. Yang tersisa hanya doa," ucap Ema lirih.

Puji bukan hanya seorang pekerja tambang. Ia adalah teladan. Ia adalah ayah yang tak pernah mengeluh meski harus menempuh perjalanan pulang-pergi belasan kilometer setiap hari. Ia adalah suami yang setia. Ia adalah sahabat yang peduli, bahkan di detik-detik akhir hidupnya.

Hari ini, mungkin tubuh Puji telah menyatu dengan tanah, tapi suara teriakannya akan terus menggema dalam hati mereka yang selamat.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved