SLBN A Pajajaran Dibongkar untuk Sekolah Rakyat, Informasi Begitu Cepat Bikin Siswa Tanpa Persiapan 

Wakil Ketua Komite Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Tri Bagio, mengungkap informasi pembongkaran gedung SLBN A Pajajaran datang cepat.

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
GEDUNG DIBONGKAR - Bangunan gedung sekolah SLBN A Pajajaran di Kompleks Wiyataguna dibongkar untuk dijadikan sekolah rakyat. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Wakil Ketua Komite Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran, Tri Bagio, mengungkap informasi pembongkaran gedung SLBN A Pajajaran datang begitu cepat. Rencana penundaan gagal sehingga tetap dilakukan sesuai jadwal semula.

Gedung SLBN A Pajajaran, Kota Bandung, dibongkar untuk jadikan sekolah rakyat. 

Siswa penyandang disabilitas netra yang belajar di sana diminta pindah sementara ke SLB Cicendo.

Pengosongan gedung dilakukan atas perintah Kementerian Sosial melalui Kepala Sentra Balai Wiyataguna. Gedung akan dijadikan sekolah rakyat.

Terdapat dua gedung yang sudah dikosongkan dan dibongkar yakni gedung C dan D. 

Proses pembongkaran itu, sempat ditolak karena para siswa sedang melakukan ujian.

Baca juga: Lama Terbengkalai, Wisma Haji di Pusat Kota Indramayu Akan Direnovasi Jadi Sekolah Rakyat

Bahkan, orang tua dan siswa di SLBN A Pajajaran membuat video, meminta agar Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelamatkan gedung tempat para penyandang disablitas belajar.

Wakil Ketua Komite SLBN A Pajajaran, Tri Bagio, mengatakan, informasi pembongkaran itu sangat cepat sehingga para siswa tak memiliki banyak waktu untuk persiapan pindah.

"Kami kaget. Dalam waktu yang mendesak, kami harus mengosongkan. Anak-anak sedang ujian, kami tidak tahu harus belajar di mana," ujar Tri, Sabtu (17/5/2025). 

Tri mengatakan, permintaan pengosongan awalnya dijanjikan ditunda hingga 23 Mei. Namun kemudian diminta tetap segera dikosongkan sesuai jadwal semula, yakni 15 Mei 2025.

"Kepala sekolah sudah mencoba mengajukan penjadwalan ulang, tetapi surat penundaan itu malah ditarik kembali," katanya.

Gedung C dan D yang akan dikosongkan masing-masing memiliki sekitar delapan hingga sembilan ruangan.

Baca juga: Lahan Sudah Siap, Sekolah Rakyat untuk Anak Tak Mampu Segera Dibangun di Cirebon

Gedung tersebut digunakan oleh siswa tingkat SD, SMP, dan siswa dengan disabilitas ganda. Saat ini, SLBN A hanya memiliki tiga ruang kelas aktif tersisa, dari idealnya 37 ruang kelas untuk sekitar 111 siswa.

Kondisi ini memaksa beberapa kelas digabung, bahkan siswa dengan latar belakang disabilitas berbeda, harus belajar bersama dalam satu ruangan. 

"Kenyataannya, dengan pembelajaran seperti itu, tidak efektif," ucapnya.

Bagi siswa tunanetra, pembelajaran yang efektif membutuhkan ruangan senyap agar suara pengajar bisa diterima dengan baik.

"Kalau satu ruangan ada tiga guru mengajar, itu berisik, sering terjadi miskomunikasi," katanya.

Komite sempat mengusulkan agar pembangunan sekolah rakyat menggunakan ruang atau lahan lain yang masih kosong di Kompleks Wiyataguna. 

"Kompleks Wiyataguna ini kan luas, banyak lahan dan gedung yang masih kosong, sementara ini kami berharapnya jangan dulu ganggu SLB," katanya.

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, menyebut para siswa di Wiyataguna dapat kembali menempati gedung tersebut setelah dijadikan sekolah rakyat.

"Sebenarnya bukan dibongkar dan diganti sekolah rakyat. SLB itu ada alokasi anggaran dari Kementerian PU. Kemudian dibangun sekolah rakyat, kemudian setelah pembangunannya itu, nanti teman-teman SLB tetap sekolah di situ, bersama-sama," ujar Dedi. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved