Pentingnya Edukasi dan Tindakan Cepat Menghadapi Resistensi Antibiotik

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Mengonsumsi antibiotik saat sakit memang sering dianggap sebagai jalan pintas untuk cepat sembuh. Namun, tanpa disadari, keb

Penulis: Nappisah | Editor: bisnistribunjabar
Istimewa
Pentingnya Edukasi dan Tindakan Cepat dalam Menghadapi Resistensi Antibiotik 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Mengonsumsi antibiotik saat sakit memang sering dianggap sebagai jalan pintas untuk cepat sembuh. Namun, tanpa disadari, kebiasaan ini justru bisa memicu ancaman besar bernama resistensi antibiotik.

Menurut dr. Rini Latifah, Sp.MK, Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik di Santosa Hospital Bandung Kopo, resistensi antibiotik atau Antimicrobial Resistance (AMR) merupakan kondisi saat mikroba penyebab infeksi seperti bakteri, virus, atau jamur menjadi kebal terhadap pengobatan, sehingga infeksi yang muncul lebih sulit diatasi, memperbesar risiko penyebaran, memperparah penyakit, hingga meningkatkan angka kematian.

dr. Rini Latifah, Sp.MK, Dokter Spesialis Mikrobiologi
dr. Rini Latifah, Sp.MK, Dokter Spesialis Mikrobiologi

Dr. Rini menjelaskan bahwa resistensi antibiotik terjadi karena berbagai faktor. Salah  satunya adalah fenomena alami bakteri yang mampu bermutasi atau bertukar materi genetik sehingga menjadi kebal terhadap antibiotik.

Selain itu, tekanan selektif akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga turut memperkuat bakteri penyebab infeksi.

“Bakteri baik atau flora normal dalam tubuh bisa mati karena antibiotik, sedangkan bakteri jahat tetap bertahan. Inilah yang membuat infeksi makin sulit dikendalikan,” ujarnya, kepada Tribunjabar.id, Senin (21/4/2025).

Penyebaran bakteri resisten pun bisa berlangsung sangat cepat, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

Tak hanya di rumah sakit, penyebaran ini juga bisa terjadi di rumah, fasilitas kesehatan kecil, hingga tempat perawatan lansia.

Beberapa kebiasaan masyarakat yang salah turut memperbesar risiko resistensi antibiotik di antaranya:
•    Konsumsi antibiotik tanpa indikasi jelas.
•    Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai jenis infeksi.
•    Ketidaksesuaian dosis dan durasi penggunaan.
•    Penggunaan antibiotik di sektor peternakan dan pertanian tanpa kontrol.
•    Kurangnya kebiasaan cuci tangan atau sanitasi yang buruk.

Dr. Rini menggarisbawahi pentingnya edukasi mengenai penggunaan antibiotik secara tepat agar masyarakat tak keliru dalam penggunaannya.

“Penggunaan antibiotik harus berdasarkan resep dokter setelah pemeriksaan menyeluruh,” tegas dr. Rini.

Ia menekankan bahwa mengkonsumsi antibiotik tidak boleh sembarangan. Dosis, cara pemberian, dan durasi harus sesuai arahan dokter."Misalnya sakit flu yang seringnya disebabkan oleh virus tapi minum antibiotik/antibakteri, sehingga bakteri yang bukan sebagai penyebab infeksi atau bakteri flora normal yang seharusnya berfungsi sebagai pelindung dalam tubuh manusia musnah oleh antibiotik yang tidak sesuai peruntukannya."

"Misalnya harusnya 3 kali sehari selama 3 hari atau sampai habis, tapi diminum hanya 1 kali sehari dan setelah tubuhnya membaik antibiotik tidak dilanjutkan di hari ke 2," tuturnya.

Kesalahan umum seperti menghentikan konsumsi antibiotik setelah merasa lebih baik atau berbagi obat dengan orang lain bisa berdampak fatal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved