Presiden Prabowo Instruksikan Hapus Kuota Impor, Khudori: Jangan Dimaknai Sebagai Bebaskan Impor
Menurut Prabowo, kuota impor selama ini membatasi ruang gerak pelaku usaha dan kerap hanya menguntungkan kelompok tertentu.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan jajarannya di Kabinet Merah Putih untuk menghapus sistem kuota dalam pengaturan impor.
Menurut Prabowo, kuota impor selama ini membatasi ruang gerak pelaku usaha dan kerap hanya menguntungkan kelompok tertentu.
Perintah ini ditujukan kepada Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan agar tidak lagi menggunakan sistem kuota dalam kebijakan impornya.
Namun, kebijakan tersebut menuai berbagai tafsir. Langkah Presiden Prabowo ini dianggap sebagai sinyal untuk membuka keran impor selebar-lebarnya tanpa regulasi yang ketat.
Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menyebut pemaknaan semacam itu tidak tepat.
“Jika perintah Presiden dimaknai demikian, bukankah itu bertolak belakang dengan semangat kemandirian dan swasembada pangan yang diusung Asta Cita?” kata Khudori, Sabtu (12/4/2025).
Ia mengingatkan bahwa Presiden Prabowo sendiri kerap menegaskan bahwa dunia sedang bergerak menuju proteksionisme, bukan liberalisasi penuh.
Menurut Khudori, perintah Presiden harus dibaca sebagai upaya untuk tetap melindungi produsen dalam negeri, seperti petani, peternak, pekebun, dan nelayan, tanpa menggunakan instrumen kuota yang kerap tidak transparan dan rawan korupsi.
Khudori menilai sistem kuota selama ini menjadi ladang favoritisme dan perburuan rente.
Dia mencontohkan beberapa kasus korupsi terkait kuota impor pangan seperti kasus mantan anggota DPR Nyoman Dhamantra, mantan Ketua DPD Irman Gusman, hingga eks Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.
Semua terjerat kasus suap dalam pemberian kuota impor yang dikendalikan lewat mekanisme rekomendasi dan persetujuan impor dari kementerian terkait.
“Rezim kuota itu ibarat barang dagangan. Untuk dapat jatah kuota, importir harus menebus dengan fee tertentu. Ini membuka celah korupsi dan transaksi gelap,” ujarnya.
Khudori menuturkan, dalam kasus impor bawang putih, misalnya, ditemukan permintaan fee yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam kasus impor bawang putih, misalnya Ombudsman RI menemukan pada 2023 ada permintaan fee sebesar Rp4.000-Rp5.000/kg untuk SPI, naik dari fee pada 2020 yang hanya Rp1.500/kg. Tahun ini, diduga fee yang diminta naik menjadi Rp7.000-Rp8.000/kg.
Dia menyarankan agar pemerintah mengganti sistem kuota dengan sistem tarif impor.
Sore Ini Erick Thohir Akan Dilantik jadi Menpora, Isi Jabatan yang Ditinggalkan Dito |
![]() |
---|
Sosok Arlan Wali Kota Prabumulih, Bantah Copot Kepsek dan Anak Bawa Mobil ke Sekolah: Baru Menegur |
![]() |
---|
Tak Hanya Anak Sekolah, Guru dan Kader Posyandu Juga Akan Dapat Jatah Program Makan Bergizi Gratis |
![]() |
---|
17 Paket Stimulus Ekonomi Tahun 2025-2026 Resmi Diumumkan Pemerintah, Berikut Rincian Daftarnya |
![]() |
---|
Video Presiden Prabowo Tayang di Bioskop Sebelum Film DImulai, Mensesneg: Wajar Selama Tak Ganggu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.