Liberation Day Tariffs Diberlakukan Pemerintah AS, UMKM Terancam Kehilangan Pasar Ekspor

Pemerintah Amerika Serikat resmi memberlakukan kebijakan tarif impor baru yang dikenal sebagai Liberation Day Tariffs.

Penulis: Nappisah | Editor: Kemal Setia Permana
tribunjabar.id / Nappisah
UMKM - Foto ilustrasi UMKM yang memperlihat Diva Melati Sukma, pemilik Rumah Sandal Geulis, UMKM dari Kota Bandung dengan produk andalannya berupa alas kaki. Kenaikan bea masuk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 32 persen mengancam keberlangsungan UMKM Tanah Air. 

"UMKM kita masih sangat bergantung pada perusahaan besar dalam rantai pasok ekspor. Ketika ada hambatan tarif seperti ini, dampaknya bisa sangat luas, dari hilangnya pesanan hingga penutupan usaha," ungkap Heny.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) per Maret 2021, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta unit usaha. 

Dari jumlah tersebut, baru sekitar 14,5 persen yang telah berhasil menembus pasar ekspor. Dengan demikian, sekitar 85,5 persen UMKM belum terlibat dalam kegiatan ekspor secara langsung. 

Ketergantungan pada perusahaan besar atau eksportir tunggal menjadikan mereka sangat rentan terhadap guncangan eksternal. 

"Ketika salah satu pasar utama seperti Amerika Serikat memberlakukan tarif tinggi, tekanan itu tidak hanya dirasakan oleh pelaku ekspor skala besar, tetapi turut menekan para pelaku ekonomi di lapisan bawah," imbuhnya. 

Langkah yang Perlu Diambil Pemerintah

Dampak kebijakan ini juga berpotensi meluas ke sektor konsumsi domestik. Dengan menurunnya pendapatan rumah tangga pelaku UMKM, daya beli masyarakat pun dapat terganggu. 

Mengingat kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai lebih dari 97 persen (Data Kemenkop 2021), maka potensi gejolak sosial ekonomi tidak bisa diabaikan. Perlambatan pada sektor ini akan menciptakan efek berantai terhadap pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

"Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah yang terukur dan tidak semata mengandalkan pendekatan diplomasi perdagangan. Upaya pelobi ke pemerintah Amerika Serikat untuk memperoleh keringanan tarif atau pengecualian produk tertentu memang tetap penting dilakukan," ucapnya. 

Kendati demikian, hal tersebut perlu dilengkapi dengan penguatan ekonomi dalam negeri agar posisi Indonesia dalam perundingan dagang menjadi lebih kokoh dan kredibel.

"Di tingkat makro, penguatan lembaga pembiayaan ekspor seperti LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) harus didorong untuk memberikan fasilitas pembiayaan khusus bagi UMKM yang memiliki potensi ekspor," ujarnya. 

Baca juga: Sinisnya Media Vietnam, Berandai-andai Timnas Indonesia U17 Tak Lolos Piala Dunia Meski Menang 100-0

Oleh karena itu, pemerintah dapat mengalokasikan dana bergulir atau skema penjaminan kredit ekspor untuk memitigasi risiko yang dihadapi pelaku usaha kecil. 

"Penguatan infrastruktur logistik juga menjadi keharusan. Akses ke pelabuhan ekspor, kemudahan dokumen bea cukai, serta pemangkasan waktu pengiriman dapat menurunkan ongkos logistik yang selama ini menjadi kendala utama UMKM dalam menjangkau pasar luar negeri," jelas Heny. 

Selain itu, pengembangan pusat-pusat produksi berbasis kawasan, seperti export-oriented cluster yang terintegrasi dengan pelabuhan atau kawasan industri, dapat menjadi solusi jangka menengah untuk meningkatkan efisiensi produksi dan konsolidasi produk ekspor UMKM

"Pemerintah juga dapat mengarahkan kebijakan fiskal untuk memberikan insentif pajak bagi perusahaan besar yang membina dan menyerap produk UMKM sebagai bagian dari rantai pasok ekspor mereka," tuturnya. 

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved