Kesibukan Blok Ketupat Kota Bandung Jelang Lebaran 2025, Tradisi yang Tak Lekang oleh Waktu

Kupat yang dibuat tidak hanya dijual di pasar lokal, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah. 

Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
tribunjabar.id / Nappisah
Wawan dan Iim saat menganyam kulit ketupat di Blok Kupat RW 13, Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Matahari baru saja naik, tetapi kesibukan di Blok Kupat RW 13, Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung sudah terasa. 

Di sudut-sudut gang sempit, para perajin anyaman ketupat tampak cekatan merangkai daun janur menjadi wadah ketupat. Suasana ini selalu terjadi setiap menjelang Lebaran, ketika permintaan ketupat melonjak drastis.

Sejak usia 25 tahun, Nurhayati, perempuan berusia 65 tahun ini, sudah melestarikan tradisi pembuatan kupat yang telah ada sejak nenek moyangnya. 

Kini, setelah dua dekade menjalani usaha yang menjadi bagian dari kehidupannya, ia tak hanya sekadar melanjutkan tradisi, tetapi juga menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. 

"Sehari-hari bikin ini (kulit ketupat), kalau anak-anak buatnya saat jelang Lebaran. Saya bisa menyekolahkan anak-anak hingga kuliah. Alhamdulillah, mereka sekarang sudah beranjak dewasa dan mandir,” ujar Nurhayati, saat ditemui Tribunjabar.id, Kamis (27/3/2025). 

Dia setiap harinya membuat kupat untuk dijual di pasar baru dan daerah sekitar Jatinangor.

Meskipun usaha ini terlihat sederhana, tidak mudah untuk mempertahankan kualitas dan permintaan yang stabil. 

Setiap tahunnya, permintaan kupat saat Lebaran melonjak, dan meskipun banyak tantangan, usaha ini membawa kebahagiaan tersendiri bagi Nurhayati. 

Namun, tidak hanya Nurhayati yang terlibat dalam pembuatan kupat. Ayi Manto (40), anak Nurhayati, sudah terlibat sejak usia 15 tahun, membantu ibu dan keluarganya menjaga tradisi ini. 

"Dulu saya ikut bantu sejak kecil. Kami setiap tahunnya membuat kupat yang putih inj untuk Lebaran. Sekarang sudah jadi usaha keluarga. Di sini, kami dibantu oleh lima orang yang setiap harinya membuat 10 ribu wadah ketupat,” jelas Ayi.

Kupat yang dibuat tidak hanya dijual di pasar lokal, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah. 

Bahkan, beberapa daun janur yang digunakan untuk membungkus ketupat dikirim dari Cianjur dan Tasik. Dalam sehari, mereka dapat membuat ribuan ketupat, dengan harga jual yang beragam, tergantung jenis dan ukuran ketupat yang dibuat. 

Selain itu, mereka juga menjual ketupat secara langsung di pasar dan melalui online.

“Setelah Covid-19, permintaan semakin baik. Pembeli seperti yang antri sembako,” ujar Ayi. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved