Soroti Penolakan Pengesahan UU TNI, Wakil Ketua DPRD Jabar: Tak Ada Muatan Terselubung 

Dikatakan Iswara, revisi UU TNI yang sudah disahkan pemerintah dan DPR RI justru memperjelas batasan peran TNI di jabatan sipil.

|
tribunjabar.id / Nazmi Abdurrahman
Wakil Ketua DPRD Jabar, MQ Iswara saat diwawancarai sesuai dialog terbuka di Rooftop Gedung DPRD Jabar, Kamis (27/3/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Wakil Ketua DPRD Jabar, MQ Iswara turut menyoroti terkait aksi penolakan pengesahan Undang-undang TNI yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat sipil beberapa hari lalu. 

Dikatakan Iswara, revisi UU TNI yang sudah disahkan pemerintah dan DPR RI justru memperjelas batasan peran TNI di jabatan sipil.

Sebelumnya, kata dia, ada 10 jabatan yang diatur dalam UU TNI, setelah dilakukan revisi jumlahnya bertambah menjadi 14 jabatan. Namun, perlu dipahami bahwa sebelum revisi, UU Kementerian lain memungkinkan TNI aktif mengisi jabatan di luar 10 yang diatur dalam UU TNI.

"Justru aturan ini dibuat untuk menegaskan bahwa dari 10 (di undang-undang sebelumnya), hanya 14 (UU TNI Baru). Di luar itu (14), sekarang harus mengundurkan diri. Mereka yang sebelumnya sudah menjabat baik sebagai sekjen, irjen, dirjen, mereka harus mundur," ujar Iswara, saat dialog terbuka di Rooftop Gedung DPRD Jabar, Kamis (27/3/2025).

Politisi Golkar ini pun memberikan contoh di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebelumnya, kata dia, boleh diisi oleh TNI aktif. Kini, harus dikosongkan karena tidak termasuk dalam 14 jabatan yang diperbolehkan.

Iswara pun menegaskan komitmennya di DPRD Jabar untuk menerima aspirasi masyarakat dan terbuka untuk berdialog dengan masyarakat Jawa Barat, dengan catatan aksi penyampaian aspirasi dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

"Kalau misalnya ada yang ingin menyampaikan aspirasi, tentunya sejauh sesuai dengan aturan seperti pemberitahuan H-1, yang disampaikan seperti apa. Kalau itu clear and clean, perizinannya semua ada, kita siap menerima, tentu saja perwakilan, kami siap berdialog dengan masyarakat Jawa Barat," ucapnya.

Sementara itu, Kepala Hukum Kodam III/Siliwangi, Abdul Aziz mengatakan bahwa UU TNI tidak memiliki niatan untuk mengembalikan dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru.

"Terkait dengan Dwifungsi ABRI terhadap perubahan Undang-undang TNI, itu tidak ada niatan bahwa TNI akan seperti zaman Orde Baru. Itu tidak ada, sama sekali tidak ada," ujar Abdul Aziz.

Abdul Aziz meminta masyarakat untuk membaca langsung isi dari perubahan UU tersebut dan menunjukkan pasal mana yang mengindikasikan adanya upaya untuk mengembalikan dwifungsi ABRI.

"Itu bisa dilihat dalam perubahan undang-undang itu sendiri. Yang mana sih dikatakan Dwifungsi ABRI itu yang mana? Pasal mana? Bunyinya bagaimana?" katanya.

Abdul Aziz menilai bahwa kekhawatiran yang muncul disebabkan oleh kurangnya pemahaman masyarakat, terutama mahasiswa, terhadap isi dari UU tersebut.

"Menurut kami (Revisi Undang-undang TNI) hanya masyarakat itu belum memahami, adik-adik kita mahasiswa belum memahami, apa sih isi dari undang-undang itu sendiri?" ucapnya.

Terkait dengan Pasal 47 dalam revisi UU TNI, Abdul Aziz menjelaskan bahwa perubahan dari 10 menjadi 14 jabatan sipil yang dapat diisi oleh TNI aktif sebenarnya memperkuat payung hukum bagi jabatan-jabatan yang sudah ada sebelumnya.

"Kaitannya dengan Pasal 47 ini, bahwa dari 10 menjadi 14 itu sebetulnya sebelumnya sudah ada jabatan-jabatan itu. Tapi kan payung hukumnya tidak ada, makanya untuk menguatkan itulah direvisi. Dari 10 menjadi 14, itulah sebetulnya jabatan sipil yang bisa dijabat oleh TNI aktif, itu dikunci (di luar itu tidak boleh)," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved