Kata Pakar Hukum Unpar Soal Rencana Prabowo Bangun Penjara Bagi Koruptor di Pulau Terpencil
Pakar Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Nefa Claudia Meliala, menilai rencana Presiden Prabowo Subianto membangun penjara khusus.
Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Januar Pribadi Hamel
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pakar Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Nefa Claudia Meliala, menilai rencana Presiden Prabowo Subianto membangun penjara khusus di pulau terpencil bagi koruptor harus ditinjau ulang.
Bahkan, Prabowo sudah siap menyiapkan anggaran untuk  membangun penjara khusus di salah satu pulau terpencil tersebut. Rencana ini dilakukan demi menegakkan hukum lebih tegas terhadap para pelaku korupsi di Indonesia.
"Wacana pembangunan penjara khusus koruptor di daerah terpencil yang diutarakan Prabowo harus ditinjau ulang karena beberapa alasan mendasar," ujar Nefa saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).
Ia mengatakan, tindak pidana korupsi merupakan salah satu tindak pidana di bidang ekonomi yang pelakunya orang-orang terhormat dengan status sosial tinggi. Tetapi, efektivitas pidana badan untuk pelaku korupsi yang white collar crime tersebut sudah dipertanyakan.
"Potensi koruptor untuk menghindar bahkan mengendalikan proses peradilan pidana sangat besar, dan itu terlihat dari banyaknya kasus dimana oknum mafia peradilan juga malahan terlibat," katanya.
Ia mengatakan, saat ini para koruptor di Indonesia juga masih ada yang divonis ringan, mendapatkan fasilitas mewah di Lapas, Napi bisa tamasya, bahkan para tersebut koruptor ada yang bisa kabur ke luar negeri.
Baca juga: Anggota DPR Kaget Tahu Ada Grup WA Koruptor Orang-orang Senang, Operasi Masif dan Terstruktur
Atas hal tersebut, kata Nefa, jangan sampai kebijakan membangun penjara khusus di pulau terpencil ini malah kontraproduktif karena menghabiskan banyak dana, tapi tidak berdampak signifikan pada turunnya angka korupsi.
"Kebijakan penanggulangan kejahatan itu harus rasional, berbasis bukti, bukan sebaliknya, emosional. Catatan lain adalah dalam perspektif teoritis, efek jera dalam tindak pidana korupsi sesungguhnya bukanlah semata-mata didapatkan dari hukuman yang berat," ucap Nefa.
Menurutnya, Indonesia harus segera memiliki grand design penangangan kasus korupsi dengan memikirkan jenis hukuman yang paling ditakuti oleh para koruptor.
"Untuk penindakan korupsi harus dilakukan dengan segera atau jangan tidak ditunda-tunda, kemudian proses hukumnya harus dipastikan tidak terhindarkan," katanya.
Nefa mengatakan, untuk menerapkan hal-hal tersebut sebetulnya jauh lebih penting untuk dipikirkan oleh pemerintah dalam menciptakan efek jera, ketimbang berbicara mengenai membangun penjara yang baru.
Untuk memberikan efek jera bagi para koruptor di Indonesia juga, kata dia, pemerintah lebih baik mempertimbangkan melakukan perampasan aset yang selama ini sudah banyak dibahas oleh masyarakat.
"Kenapa tidak mendiskusikan mengenai perampasan aset atau pembatasan transaksi uang kartal misalnya," ujar Nefa. (*)
Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.
IKUTI CHANNEL WhatsApp TribunJabar.id untuk mendapatkan berita-berita terkini via WA: KLIK DI SINI
Program 3 Juta Rumah Hampur Mustahil Direalisasikan di Cimahi, Lahan Terbatas dan Tanah Mahal |
![]() |
---|
Analisis Rocky Gerung Soal Abolisi Tom Lembong dan Hasto dari Prabowo, Gemparkan Politik di Solo |
![]() |
---|
Kebijakan Blokir Rekening Dormant Dinilai Efektif, tapi Bisa Kontraproduktif |
![]() |
---|
Ucapan Anies Baswedan ke Presiden Prabowo Soal Abolisi untuk Tom Lembong, Sampaikan Pesan Sahabat |
![]() |
---|
Sama-sama Hak Presiden, Ini Perbedaan Amnesti dan Abolisi yang Diberikan ke Hasto dan Tom Lembong |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.