Breaking News

Sengkarut MinyaKita, dari Isi Kurang hingga Harga di Atas HET, HLKI: Konsumen Berhak Menuntut

Firman Tumantara Endipradja, menilai, takaran MinyaKita yang disunat merupakan masalah tak kunjung reda.

|
Penulis: Nappisah | Editor: Giri
Tribun Jabar/ Hilman Kamaludin
TAKARAN MINYAKITA - Petugas saat mengukur takaran MinyaKita di Pasar Kosambi Bandung, Senin (10/3/2025). Selain isi yang tak sesuai, harga MinyaKita ternyata di atas HET. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jabar-Banten-DKI Jakarta, Firman Tumantara Endipradja, menilai, takaran MinyaKita yang disunat merupakan masalah tak kunjung reda. Selain itu, harganya juga melampaui harga eceran tertinggi (HET), meskipun pemerintah sudah berulang kali mengeluarkan kebijakan terkait pengendalian harga minyak goreng.

"Sejak November 2019, saya sudah mengamati harga minyak goreng yang terus naik. Awalnya, harga minyak goreng sekitar Rp 14 ribu per liter, namun pada November 2019, harga melonjak menjadi Rp 16 ribu per liter. Hal ini terus berlanjut tanpa ada tanda-tanda akan menurun," ujar Firman, Selasa (11/3/2025). 

Dia menuturkan, peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian bersifat fluktuatif, dengan berbagai regulasi yang saling bertentangan dan sering kali tidak berpihak pada konsumen.

Firman menjelaskan, regulasi yang ada tidak mampu mengatasi masalah tersebut dengan efektif.

Baca juga: Tak Hanya Takaran yang Disunat, Harga MinyaKita di Cimahi Juga Lampaui HET

Bahkan, ia menyebutkan, terdapat masalah terkait utang pemerintah kepada lebih dari 40 peritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo)  yang mencapai Rp 344 miliar pada Mei 2023.

Hal ini disebabkan oleh salah perhitungan pemerintah terkait pembayarannya. 

Selain itu, Firman juga menyoroti masalah terkait takaran minyak goreng yang tidak sesuai dengan label yang tercantum pada kemasan. 

"Di kemasan tertulis satu liter, namun kenyataannya seringkali hanya 0,75 liter. Ini jelas melanggar Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, yang mengatur bahwa pelaku usaha tidak boleh menyalahi takaran atau timbangan," tegas Firman.

Baca juga: DPR Minta Semua Produsen MinyaKita Diaudit, Cabut Izin Usaha bagi yang Melanggar

Ia menambahkan, pelanggaran terhadap pasal ini bisa berujung pada sanksi pidana dengan hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp 2 miliar.

Firman juga mengingatkan pentingnya pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. 

Dia mengatakan, Pasal 29 dan 30 Undang-undang Perlindungan Konsumen mengamanatkan pemerintah untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaku usaha agar hak-hak konsumen terlindungi.

"Namun, meskipun peraturan sudah ada, pengawasan masih kurang maksimal. Banyak konsumen yang belum mengetahui hak-hak mereka dan bagaimana cara menuntut ganti rugi jika dirugikan oleh produk yang tidak sesuai," ujar Firman.

Firman menambahkan, masyarakat bisa menggugat pelaku usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau melalui pengadilan jika merasa dirugikan.

Di sisi lain, dia juga menyoroti penggunaan minyak bekas atau minyak jelantah dalam industri gorengan. Menurutnya, minyak yang digunakan untuk menggoreng harus aman dan tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi kesehatan konsumen.

Baca juga: Perusahaan yang Terbukti Sunat Isi MinyaKita Akan Dicabut Izin Usahanya, Menteri Pertanian Sebut 3

"Kita harus memastikan bahwa minyak yang digunakan untuk gorengan memenuhi standar keamanan dan kesehatan," tegas Firman.

Lebih lanjut, Dosen Universitas Pasundan ini juga mengingatkan bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan produk yang aman dan informasi yang jelas terkait produk yang mereka beli, sesuai dengan hak dasar konsumen yang diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen. 

"Hak konsumen itu meliputi hak atas keamanan produk, hak untuk memilih, hak atas informasi, dan hak untuk didengar. Jika hak ini dilanggar, maka konsumen berhak menuntut ganti rugi," tambah Firman.

Dia berharap agar pemerintah lebih serius dalam melindungi konsumen, mengingat masalah seperti ini telah berlangsung cukup lama dan merugikan masyarakat, terutama konsumen yang membeli produk minyak goreng dengan harapan mendapat produk yang sesuai dengan label yang tertera.

Baca juga: Petugas Temukan MinyaKita Tak Sesuai Takaran saat Sidak ke Pasar Kosambi Bandung

Meskipun Indonesia adalah negara penghasil minyak sawit terbesar, namun harga minyak goreng tetap mahal dan kualitasnya diragukan, dengan adanya rasa tidak enak pada minyak yang digunakan untuk menggoreng, yang menurutnya menunjukkan adanya penggunaan minyak bekas atau minyak oplosan.

Firman menanggapi hal ini dengan menekankan bahwa masalah tersebut harus segera diselesaikan agar konsumen tidak terus dirugikan.

"Kita harus mendorong pengawasan yang lebih ketat dan konsumen harus lebih jeli dalam memilih produk. Pemerintah juga harus memberikan sanksi tegas terhadap pelaku usaha yang melanggar hak konsumen," kata dia. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved