Banjir Bekasi

Banjir di Jakarta-Bekasi Bukan Cuma karena Curah Hujan, Peneliti BRIN Ungkap Apa Saja Penyebabnya

Kepala pusat riset limnologi dan SDA BRIN, Luki Subehi menambahkan jika banjir yang terjadi bukanlah semata karena curah hujan yang tinggi

Penulis: Muhamad Nandri Prilatama | Editor: Ravianto
Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
BANJIR - Pantauan udara kondisi banjir di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025). Peneliti ahli madya dari pusat riset limnologi dan sumber daya air BRIN, Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Peneliti ahli madya dari pusat riset limnologi dan sumber daya air BRIN, Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem.

Hasil risetnya, penyebab utama meningkatnya resiko banjir di Jabodetabek ialah penurunan muka tanah yang berkontribusi sampai 145 persen terhadap peningkatan resiko banjir.

Kemudian, perubahan tata guna lahan, lanjutnya tak terkendali sehingga meningkatkan resiko banjir sampai 12 persen, sementara kenaikan muka air laut hanya berdampak tiga persen.

"Tren banjir di Jabodetabek beberapa tahun terakhir menunjukan adanya peningkatan intensitas peristiwa ekstrem. Perubahan iklim global menyebabkan lebih banyak hujan ekstrem, semisal terjadi 1 Januari 2020 dan akhir Januari 2025, ketika curah hujan mencapai lebih dari 300 mm atau jauh di atas normal," katanya, Minggu (9/3/2025).

Yus menegaskan, banjir di Jabodetabek bisa masuk dalam kategori tiga jenis utama, yaitu banjir akibat hujan lokal, banjir akibat luapan sungai, dan banjir akibat pasang laut.

"Nah, banjir beberapa waktu lalu lebih dominan karena luapan sungai di mana hujan terjadi lebih intens di hulu sehingga menyebabkan luapan air di sungai menjadi besar," katanya.

Baca juga: Banjir di Bandung jadi Penyebab Kemacetan, Dishub Akan Rekayasa Arus Lalu Lintas di Sejumlah Titik

Kepala pusat riset limnologi dan SDA BRIN, Luki Subehi menambahkan jika banjir yang terjadi bukanlah semata karena curah hujan yang tinggi, melainkan karena pengelolaan SDA dan perubahan tata guna lahan di wilayah perkotaan.

Pengurangan luas hutan dan daerah resapan air di hulu khususnya sepanjang Sungai Bekasi dan Ciliwung, katanya, menjadi salahsatu pemicu meningkatnya aliran air permukaan yang berujung terjadi banjir.

Apalagi, banjir di Bekasi terjadi hampir setiap tahun karena hulunya kurang mampu meresapkan air, sedangkan daerah datarannya telah dipenuhi permukiman.

"Ditambah, sistrem drainase di Jabodetabek sudah tak memadai yang memperparah kondisi banjir. Banyak sistem drainase masih menggunakan perhitungan lama tanpa memperhitungkan peningkatan hujan ekstrem akibat perubahan iklim dan perkembangan tata guna lahan. Dan, pembangunan kawasan permukiman baru sering tak dibarengi sistem drainase yang memadai, sehingga limpasan air hujan tidak bisa tertampung dengan baik," ujarnya.

Salah satu langkah mitigasi yang mesti segera dilaksanakan, lanjutnya, pengerukan sungai dan saluran air sebelum musim hujan tiba guna meningkatkan kapasitas aliran air. 

Kemudian, pentingnya koordinasi antarwilayah dalam pengelolaan daerah aliran sungai, utamanya sungai yang melintasi lebih satu kabupaten atau kota.

Selain itu, Yus pun menekankan untuk mengatasi permasalahan banjir, pihaknya sudah melakukan sejumlah riset dan inovasi, termasuk pengembangan sistem informasi danau, model peringatan dini berbasis data dan kecerdasan buatan (AI), serta pemetaan daerah rawan banjir dengan pendekatan polder sistem.

"Kami saat ini tengah mengembangkan sistem informasi danau meski masih berfokus pada danau prioritas. Nanti bisa diterapkan untuk memetakan setu-setu kecil di Jakarta yang berperan sebagai tempat penampungan air sementara."

"Berikutnya, sistem peringatan dini menjadi aspek penting dalam mitigasi banjir. Kami bekerjasama dengan beberapa pihak termasuk Bristol University di Inggris untuk mengembangkan sistem prediksi berbasis AI dan data realtime. Semoga bisa meningkatkan akurasi prediksi banjir dan memberikan peringatan lebih cepat ke masyarakat," ujar Yus.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved