Polemik THR Bagi Mitra Platform Digital, Modantara Sebut Kebijakan Potensi Hancurkan Industri

Hadirnya regulasi yang kurang tepat pasti dapat berdampak pada jutaan individu yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

|
Instagram @bandungterkini
THR OJOL - Foto ilustrasi pengemudi ojek online di kawasan Cibiru Hilir, Cileunyi, Kota Bandung, pada Senin (23/12/2024). Wacana hadirnya kebijakan THR bagi ojol masih menjadi pro kontra. 

Berikut adalah beberapa alasan mengapa pemberian THR kepada semua mitra pengemudi berisiko dan perlu dipertimbangkan lebih lanjut:

1. Status Kemitraan vs. Karyawan

Agung Yudha mengatakan bahwa secara hukum, mitra pengemudi dalam platform ride-hailing dikategorikan sebagai pekerja mandiri (independent contractors), bukan karyawan tetap.

Riset dari International Labour Organization (ILO), banyak negara masih memperdebatkan status pekerja dalam ekonomi gig, tetapi mayoritas tetap mempertahankan model kemitraan.

"Negara seperti Amerika Serikat dan Inggris hanya mewajibkan manfaat tambahan bagi pekerja gig dalam kasus tertentu, seperti bagi mereka yang memenuhi kriteria jam kerja minimum atau keterikatan eksklusif dengan satu platform," ujar Agung.

Agung menyebut jika THR diberikan kepada semua mitra, baik penuh waktu maupun paruh waktu, maka hal ini dapat menimbulkan potensi perubahan status hukum mereka menjadi karyawan.

Konsekuensinya, perusahaan ride-hailing mungkin akan mengubah sistem operasionalnya dengan membatasi jumlah mitra dengan menerapkan beberapa persyaratan tambahan seperti usia dan jam kerja minimal, yang jika ini diberlakukan maka akan berdampak pada jutaan mitra yang akhirnya terputus dengan akses pendapatan mereka selama ini.

Dalam kata lain, pemerintah akan mendapatkan pekerjaan rumah tambahan yaitu angka pengangguran di Indonesia bertambah drastis.

2. Beban Finansial dan Keberlanjutan Bisnis

Kemudian Agung Yudha menyebut jika perusahaan diwajibkan membayar THR setara 100 persen dari penghasilan bulanan mitra pengemudi, maka ini akan memberikan tekanan finansial yang besar.

Dalam model bisnis ride-hailing, pendapatan perusahaan berasal dari komisi yang relatif kecil dari setiap perjalanan. Berdasarkan laporan McKinsey (2023), margin keuntungan rata-rata perusahaan ride-hailing global hanya sekitar 3–5 persen.

Dari analisa dan pendapat berbagai pakar (hukum dan ekonomi), implikasi kebijakan THR terhadap industri dan masyarakat, antara lain;

●     Pemutusan kemitraan secara massal akibat perusahaan tidak mampu menanggung biaya tambahan, yang berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran karena jutaan mitra akan kehilangan akses pendapatan.

●     Penghilangan manfaat yang selama ini telah diberikan, seperti insentif harian, bonus perjalanan, atau program perlindungan sosial yang sudah berjalan.

●     Meningkatnya risiko platform gulung tikar, mayoritas platform masih mengalami kesulitan secara beban finansial dan operasional. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved