Sejarah Efisiensi Anggaran demi Makan Gratis Era Soeharto, yang Dipangkas Gaji Menteri dan Pejabat
Pada saat itu, Soeharto melakukan efisiensi anggaran dengan memotong gaji menteri dan pejabat tinggi (eselon)
TRIBUNJABAR.ID - Sejumlah kementerian dan lembaga negara jadi target kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto.
Arahan terkait efisiensi anggaran tersebut dikeluarkan pada 22 Januari 2025 lalu lewat Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja dan Pelaksanaan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Efisiensi tersebut diputuskan pemerintah untuk membantu pembiayaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Baca juga: Anggaran MK Ikut Dipangkas dampak Efisiensi, hanya Bisa Gaji Pegawai Sampai Mei 2025
Sementara itu, dalam APBN 2025, program MBG mendapat anggaran Rp 71 triliun.
Prabowo telah meminta agar anggaran MBG pada 2025 ditambah untuk menambah jumlah penerima manfaat, dari 17 juta orang menjadi 82,9 juta orang.
Dampaknya semua kementerian dan lembaga (K/L) serta pemerintah daerah diminta menyisir anggaran dengan target akumulasi senilai Rp 306,7 triliun.
Anggaran yang dipangkas antara lain adalah belanja operasional perkantoran, belanja seremonial, perjalanan dinas, serta dana transfer ke daerah (TKD).
Instansi di pemerintah pusat dan pemerintah daerah diberi waktu sampai 14 Februari 2025 untuk menyusun rencana penyisiran belanja di instansi masing-masing.
Efisiensi Anggaran untuk Program Makan Gratis Era Soeharto
Rupanya, pada masa pemerintahan Soeharto, pernah ada kebijakan serupa dengan MBG.
Hanya saja, pada kala itu, program menyasar masyarakat kurang mampu, terutama pekerja yang terkena PHK akibat krisis moneter 1998, bukan siswa.
Baca juga: Ombudsman RI Mengaku Tak Bisa Selesaikan Masalah Warga karena Sisa Anggaran Tinggal Rp 36 M
Pemerintah membutuhkan dana besar untuk program makan gratis tersebut hingga memutuskan untuk melakukan efisiensi anggaran.
Namun, efisiensi anggaran dilakukan bukan dengan memotong anggaran kementerian dan lembaga negara ataupun mengurangi anggaran ke daerah seperti yang diputuskan Prabowo.
Pada saat itu, Soeharto melakukan efisiensi anggaran dengan memotong gaji menteri dan pejabat tinggi (eselon).
Dilansir dari pemberitaan Harian Kompas yang terbit pada 18 Maret 1998 yang dirangkum dalam buku berjudul "Kita Hari Ini 20 Tahun yang Lalu", Menteri Sosial (Mensos) Siti Hardiyanti Rukmana mengatakan pemerintahan Presiden Soeharto butuh tambahan anggaran besar untuk membiayai program makan gratis.
Menurut Tutut, sapaan akrabnya, program itu diberi nama program Kesetiakawanan Sosial, di mana dalam implementasinya, pemerintah memotong gaji bulanan semua menteri dan juga pejabat eselon I untuk disumbangkan untuk pembelian makan gratis.
Tak hanya para menteri dan pejabat eselon, diungkapkan Tutut, gaji yang diterima Presiden Soeharto juga ikut dipotong untuk membiayai program Kesetiakawanan Sosial.
"Bapak Presiden telah bersedia dipotong gaji pokok dan tunjangannya selama satu tahun penuh untuk disumbangkan dalam program ini," ucap Tutut kala itu.
"Menteri menteri pun bersedia dipotong gaji pokoknya selama satu tahun. Sementara pejabat eselon I dipotong sesuai kemampuannya," tambahnya.
Baca juga: Vietnam Juga Efisiensi Anggaran, Pilih Pangkas Jumlah Kementerian dan PNS, Menghilangkan Tumor
Selain memotong gaji para para menteri dan pejabat eselon I, Soeharto juga mencari tambahan pendanaan program Kesetiakawanan Sosial dengan menggalang dana dari para konglomerat.
Tutut menguraikan, semua dana yang terkumpul itu akan dimasukan ke dalam rekening bank.
Ia berjanji akan memberikan laporan keuangan setiap bulannya dari penggunaan dana program Kesetiakawanan Sosial sebagai transparansi untuk masyarakat.
Dikatakan Tutut, dana program Kesetiakawanan Sosial digunakan terutama untuk membantu tenaga kerja (korban PHK) yang selama ini belum tersentuh proyek-proyek padat karya.
"Misalnya saja dari dana tersebut diberikan sebungkus nasi setiap hari. Syaratnya, harus membeli nasi di warung yang ada di sekitarnya. Sehingga juga bisa membentu warung-warung itu," ungkap Tutut.
Kebijakan jangka pendek
Kebijakan makan gratis bagian dari upaya pemerintah dalam menanggulangi dampak krisis moneter.
Sasaran utama makan gratis adalah warga yang terkena PHK.
Baca juga: Ironi Berhemat Pemerintah, Anggaran Dipangkas tapi Stafsus Ditambah, Lantik Deddy Corbuzier
Program ini diputuskan dalam Rapat Koordinasi Program Penanggulangan Dampak Sosial Krisis Moneter yang dilangsungkan di Ruang Rapat Departemen Sosial, 20 Maret 1998.
Seusai rapat, Mbak Tutut, menjelaskan bawah rakor membahas program penanggulangan untuk secepat mungkin menangani kerawanan sosial, yang mungkin akan timbul akibat krisis moneter.
Menurut Mbak Tutut, program jangka pendek adalah menyediakan makan siang gratis bagi orang yang terkena PHK dan kesulitan pangan di warung sederhana yang ditunjuk dengan sistem kupon.
"Untuk jangka panjangnya, korban PHK akan dicarikan pekerjaan, lalu istri mereka akan dibantu dengan program Takesra/Kukesra (Tabungan Kesejahteraan Rakyat/Kredit Usaha Kesra), dan anak-anaknya dengan bantuan program GN-OTA. Makanan gratis itu tidak bisa selamanya, kita kan menuju masyarakat yang mandiri,” kata Mensos era Orde Baru ini.
Sementara mengutip pemberitaan Harian Kompas 11 Maret 2024, dalam pelaksanannya di Jakarta, secarik kupon yang didistribusikan melalui kelurahan dan RT/RW itu dapat ditukarkan dengan sebungkus nasi beserta sayur dan lauk yang berharga Rp 1.500.
Sebagai rangkaian dari pencanangan, telah dibagikan pula sekitar 400 kupon makanan gratis untuk buruh pelabuhan.
Kupon makan gratis tersebut dapat ditukarkan di sekitar 300 warung sehat sederhana yang terdapat di pelabuhan dan sekitarnya.
Untuk mencegah terjadinya penyelewengan dan kekeliruan dalam pelaksanaan program ini, Mensos mengimbau masyarakat untuk ikut memantau.
Mensos pun meluangkan waktu untuk singgah di beberapa warung sederhana yang melayani penukaran kupon makanan gratis.
Di warung yang disinggahinya, Mbak Tutut mencicipi sajian nasi bungkus yang disediakan bagi para buruh yang mengalami kesulitan.
Baca juga: Anggaran BMKG hingga Kementerian PU Dipangkas, Polri hingga DPR Selamat, Tak Terdampak Efisiensi
"Ini isinya apa?" tanya Mensos seraya menunjuk tumpukan nasi bungkus di warung tadi kepada Suheti, salah seorang pemilik warung sederhana.
Suheti menjawab, "Nasi, telur, dan sayur, Bu". Tersenyum mendengar jawaban itu, Tutut tanpa ragu-ragu segera mencicipi sajian nasi bungkus itu.
Menurut pengakuan seorang pemilik warung nasi, ia mendapat keuntungan Rp 200 per bungkus nasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Soeharto Pilih Potong Gaji Menteri dan Pejabat untuk Program Makan Gratis"
Sosok Gus Irfan Cucu Pendiri Nahdlatul Ulama yang Disebut-sebut Bakal Jadi Menteri Haji dan Umrah |
![]() |
---|
Dukung MBG, Pemkot Bandung Buka Peluang Pemanfaatan Lahan Pemerintah untuk SPPG |
![]() |
---|
12 Siswa SDN Legok Hayam Bandung Diduga Keracunan Menu MBG, Dinkes Tunggu Hasil Uji Sampel |
![]() |
---|
Ironis, Rakyat Demo DPR RI, Ketua DPR Malah Dapat Penghargaan dari Prabowo di Waktu yang Sama |
![]() |
---|
Sosok Haji Isam, Crazy Rich Kalimantan Dapat Gelar Bintang Mahaputera Utama, Dulu Pernah Ngojek |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.