Perjalanan Kasus Harun Masiku yang Menyeret Politikus PDIP Yasonna Laoly, Berawal dari Nomor 5

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024

Editor: Ravianto
Dok. KPK
Harun Masiku yang jadi buron KPK karena kasus suap. Berikut perjalanan kasus Harun Masiku dari posisi 5 di Dapil 1 Sumatera Selatan hingga buron selama 5 tahun. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly enggan bicara terkait perkara buronan Harun Masiku yang menyeret dirinya diperiksa sebagai saksi hari ini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI periode 2019-2024

Lalu bagaimana perjalanan kasus yang akhirnya menjerat Harun Masiku itu?

Perjalanan Kasus Harun Masiku

Harun Masiku adalah eks caleg PDIP yang maju sebagai caleg dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I pada Pemilu 2024.

Di dapil tersebut, Masiku hanya memperoleh 5.878 suara dan menempati posisi kelima.

Baca juga: KPK era Baru Diharapkan Fokus Tangkap Harun Masiku yang Sudah Buron Hampir 5 Tahun

Perolehan suara tersebut jelas tidak dapat mengantarkan Masiku melenggang ke Senayan.

Pada saat itu, caleg dari PDIP dari dapil Sumsel I yang dinyatakan terpilih adalah Nazarudin Kiemas, tetapi ia meninggal 17 hari sebelum pemilu.

yasonna laoly harun masiku
Mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly diperiksa sebagai saksi terkait kasus buronan Harun Masiku, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (18/12/2024).

Karena alasan itulah PDIP perlu menyiapkan pengganti Nazarudin yang wafat sebagai wakil rakyat pengganti.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin adalah caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal.

Mengacu pada aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Riezky Aprilia.

Sayangnya, PDIP tidak menginginkan Riezky dan mengajukan nama Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, walaupun tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017.

PDIP melalui Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).

MA kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan suara kedua terbanyak, namun ditentukan partai.

“Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang sudah meninggal tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK waktu itu, Lili Pintauli Siregar.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved