Pilgub Jatim 2024

Risma Belum Jelas, Khofifah-Emil di Pilgub Jatim 2024 Bisa Lawan Kotak Kosong, Sinyal Makin Kuat

Siapa lawan Khofifah Indar Parawansa - Emil Dardak di Pemiligan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim 2024), belum jelas. Khofifal bisa lawan kotak kosong

Editor: Kisdiantoro
Tribun Cirebon/ Eki Yulianto
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa saat dikerumuni emak-emak di Kabupaten Majalengka, Sabtu (17/6/2023). Khofifah bisa lawan kotak kosong di Pilgub Jatim 2024. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Siapa lawan pertahana Khofifah Indar Parawansa - Emil Dardak di Pemiligan Gubernur Jawa Timur (Pilgub Jatim 2024), belum jelas.

Tri Rismaharaini atau Bu Risma, mantan Wali Kota Surabaya yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial di Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) - Maruf Amin, belum pasti apakah akan bertarung atau tidak.

Sebab, hingga kini PDIP di bawah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri belum mendeklarasikan Risam sebagai bakal calon Gubernur Jawa Timur.

Banyak pengamat politik yang menyebut, kekuatan politik dan pengaruh Khofifah Indar Parawansa - Emil Dardak, akan menang mudah sekalipun melawan Risma.

Pilkada Jatim 2024 juga diprediksi akan ada dua pasangan saja, Khofifah Indar Parawansa melawan Tri Rismaharini.

Jika Bu Risma ternyata tidak mencalonkan diri, maka Khofiffah kemungkinan akan melawan kotak kosong.

Baca juga: Golkar Bantah Tinggalkan Ridwan Kamil usai Dukung Dedi Mulyadi yang Kader Gerindra di Pilgub Jabar

Terkait isu kotak kosong di Pilgub Jatim 2024, Emil Dardak pun merespon.

Menurut, Wakil Gubernur Jawa Timur 2019-2024 itu, keputusan apakah dia dengan Khofifah akan kembali  memimpin Jawa Timur, sepenuhnya ada di tangan masyarakat.

Diketahui pasangan Khofifah-Emil telah didukung banyak partai politik untuk bersaing di Pilkada Jawa Timur

Delapan partai yang sudah menyatakan mendukung Khofifah-Emil yakni PKS, PPP, Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat, Perindo, dan PSI.

"Mau lawan kotak kosong maupun bukan, pada akhirnya pilihan ada di tangan masyarakat," kata Emil kepada awak media di Jakarta Pusat, Minggu (4/8/2024) sore. 

Ia menegaskan dirinya bersama Khofifah sudah bekerja keras selama lima tahun untuk masyarakat Jawa Timur

"Menjabat (untuk masyarakat), bertugas, mengemban amanah, dan hasil itu dicapai karena sinergi juga, bukan hanya perjuangan individu," terangnya.

Adapun untuk kinerjanya selama 5 tahun di Jawa Timur.

Emil mengatakan pengentasan kemiskinan hingga ketersediaan lapangan pekerjaan sudah sangat baik. 

Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, hadir dalam Konferensi Wilayah XII Muslimat NU Jawa Barat di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, Sabtu (15/7/2023). 
Ketua Umum PP Muslimat Nahdlatul Ulama, Khofifah Indar Parawansa, hadir dalam Konferensi Wilayah XII Muslimat NU Jawa Barat di Hotel Grand Pasundan, Kota Bandung, Sabtu (15/7/2023).  (Tribun Jabar)

"Ada indikator-indikator seperti kemiskinan yang sudah singgah rigid, pengangguran yang bisa kembali ke angka pre-covid, lebih baik malah lebih rendah, dan capaian-capaian.

Membuat masyarakat semakin optimis, bahwa masa depan Jawa Timur itu baik," tegasnya. 

Meski begitu soal kepemimpinan mendatang, Emil mengatakan keputusan tetap ada pada masyarakat Jawa Timur. 

"Dan apabila mereka (Masyarakat) kemudian berkenan, kami siap untuk melaksanakan tugas ini lima tahun ke depan," tegasnya. 

PDIP siapkan kader lain

Menteri Sosial Tri Rismaharani vs Khofifah Indar Parawansa belum pasti di Pemilihan Gubernur Jawa Timur.

Pasalnya, PDIP partai besutan Megawati juga menyiapkan sosok pria penantang Khofifah - Emil Dardak di Pilgub Jatim 2024.

Selain Risma, kader PDIP yang disiapkan hadapi Khofifah adalah sosok pengalaman di pemerintahan.

Kabar tersebut ditanggapi pengamat politik Dr Muhammad Iqbal.

Iqbal menilai,  munculnya nama Tri Rismaharini - Abdullah Azwar Anas diprediksi bisa menjadi lawan terkuat petahana Khofifah Indar Parawansa - Emil Dardak di Pilgub Jatim 2024.

"Munculnya nama dua kader PDIP, Risma dan Anas bisa menciptakan pertarungan sengit di arena Pilkada Jatim 2024," katanya di Jember, Kamis.

Sebagai Menteri Sosial dan mantan Wali kota Surabaya dua periode, lanjut dia, Risma punya modal elektoral dan jejaring modal sosial yang bisa diandalkan.

Demikian juga Anas, posisinya sebagai Menteri PAN-RB dan juga pernah dua kali memimpin Kabupaten Banyuwangi jadi modal politik yang cukup kuat.

"Dua kader utama partai banteng itu potensial jadi lawan terkuat petahana Khofifah-Emil di Pilkada Jatim," ucap dosen FISIP Unej itu.

Namun, lanjut dia, masalahnya PDIP masih harus berkoalisi minimal dengan satu partai lain apakah PKB atau Nasdem karena PDIP hanya menguasai 21 kursi DPRD Jatim dari syarat pencalonan 24 kursi.

Baca juga: Pengamat Sebut Ridwan Kamil Takkan Ada Lawan, PDIP: Takkan Ada Kotak Kosong di Pilkada Jakarta

Nasdem juga harus berkoalisi karena cuma punya 10 kursi, sedangkan PKB penguasa 27 kursi sejatinya bisa langsung mencalonkan pasangan kader sendiri, namun melawan Khofifah-Emil yang diusung koalisi jumbo 7 partai politik, tentu tidak mudah buat PKB sendirian.

"Secara rasional baik PKB, PDIP dan Nasdem sudah semestinya berkoalisi jadi poros baru." ujarnya.

"Ketiga parpol itu juga dituntut solid dan matang dengan kalkulasi yang taktis dalam menempatkan siapa di posisi cagub dan cawagub karena salah penempatan posisi dalam strategi koalisi, bisa berakibat fatal, yakni minim dukungan elektoral," katanya.

Apabila kriteria kemenangan terutama mengacu pada popularitas lalu kapabilitas dan berikutnya elektabilitas, maka secara rasional Risma sangat layak diusung menjadi bakal calon Gubernur Jatim.

Sedangkan calon wagub bisa dari kader terbaik PKB.

"Pasalnya, merebut suara warga Jatim yang berdasarkan DPT Pemilu 2024 lalu didominasi oleh 15,9 juta pemilih perempuan dibandingkan 15,4 pemilih laki-laki, maka duel Risma dan Khofifah tentu bakal sengit," katanya.

Iqbal menila  duel sesama perempuan pemimpin itu sekaligus bisa mengafirmasi seberapa piawai keduanya mampu mengakomodasi dan mewujudkan seluruh agenda kepentingan kaum perempuan Jatim.

Jika duel sesama perempuan Jatim itu terjadi, lanjut dia, Pilkada Jatim bakal suguhkan kompetisi demokrasi yang sehat buat pendidikan politik rakyat.

Namun semua itu kembali bergantung terutama pada kedewasaan elit PKB, PDIP dan Nasdem untuk menjadi teladan berdemokrasi.

"Konfigurasi tiga parpol itu jika terwujud juga jadi edukasi politik yang sangat berharga karena tak membiarkan pilkada Jatim hanya melawan kotak kosong," kata dia.

"Jelas buruk dan bahaya bila demokrasi selesai, mati dan berhenti di meja elit partai yang memaksa memborong rekomendasi pada calon tunggal saja," ujarnya.

Kendati demikian, Risma-Anas jelas tidak bisa satu paket diusung jadi pasangan calon karena irisan kantong suaranya sama dan PDIP tidak punya golden tiket dalam Pilkada Jatim.

Sehingga dua nama kader PDIP itu baru sebatas modal buat posisi tawar PDIP ketika membangun koalisi bersama PKB atau Nasdem.

Bila dalam koalisi, lanjut dia, PDIP di posisi Cawagub, maka kemungkinan nama Anas yang bakal disodorkan ketika PKB meminta posisi cagub misalnya Menaker Ida Fauziyah atau Kiai Marzuki.

Namun apabila PKB legawa meminta Risma sebagai Cagub, maka nama Anas bakal hilang dalam bursa pilkada karena pasangan calon yang terbentuk adalah Risma-Marzuki.

"Apabila PKB menyodorkan Ida Fauziyah sebagai Cagub Jatim, maka kemungkinan Anas yang disodorkan PDIP sebagai calon wagub, kendati elektabilitas dua nama itu sangat jauh di bawah nama Risma," ujarnya.

Namun, jika PDIP hanya menempatkan kadernya sebagai calon wagub karena misalnya "ego partai" elite PKB ngotot meminta posisi Kiai Marzuki sebagai cagub, kemungkinan bisa lebih menguntungkan Khofifah-Emil memenangi pilkada.

Wacana kotak kosong

Wacana calon gubernur vs kotak kosong sedang bergulir di beberapa wilayah di Indonesia.

Beberapa provinsi rawan hanya diikuti satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur saat Pilkada 2024.

Sebulan jelang pendaftaran calon kepala daerah, partai politik 'kompak' memberikan dukungan kepada satu calon gubernur.

Misalnya di Pilkada Sumatera Utara (Sumut).

Wali Kota Medan yang juga menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution didukung tujuh partai politik yakni PKB, Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN, Demokrat, dan PPP.

Sejumlah partai lain juga akan menyusul memberikan dukungan ke Bobby.

Kondisi ini mengakibatkan calon lain berpeluang tidak cukup kursi memperoleh dukungan partai politik.

Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota menjelaskan pasangan calon harus diusung oleh partai atau gabungan partai dengan representasi minimal 20 persen dari jumlah kursi di DPRD setingkat hasil pemilu terakhir.

Selain Bobby, berikut deretan bakal calon gubernur yang berpotensi lawan kotak kosong di Pilkada 2024.

Rudi Mas'ud di Kaltim

Ketua Dewan Pembina Bappilu DPP Partai Golkar Idrus Marham mengakui kemungkinan besar konstelasi Pilkada 2024 memungkinkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) bertarung melawan kotak kosong di beberapa provinsi.

Diantaranya di Provinsi Kalimantan Timur dan Sumatera Utara.

"Ada beberapa daerah KIM ya (akan) melawan kotak kosong. Ya katakanlah Kalimantan Timur, kemungkinan Sumatera Utara, dan lain-lain sebagainya itu kan," kata Idrus saat ditemui awak media di Kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2024).

Adapun di Kalimantan Timur sejauh ini partai politik KIM secara dominan mendukung pasangan Rudi Mas'ud - Seno Aji sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub)

Sejumlah parpol mendukung Rudi Mas'ud seperti Golkar, PKB, PAN, PKS, dan Nasdem.

Khofifah di Jatim

Pasangan bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa - Emil Elistianto Dardak juga berpotensi melawan kotak kosong di Pilkada Jawa Timur 2024.

Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan kemungkinan itu tidak akan terjadi asalkan PDIP dan PKB mengusung jagoannya sendiri.

Namun Khofifah-Emil akan melawan kotak kosong jika PDIP atau PKB ikut memberikan dukungan.

Wacana lawan kotak kosong sedang bergulir di beberapa Provinsi di Indonesia.
Pasalnya, hingga kini, hanya tinggal dua partai tersebut ditambah NasDem yang belum menyatakan dukungan untuk Khofifah-Emil.

Sejauh ini delapan partai yang sudah menyatakan mendukung Khofifah-Emil yakni PKS, PPP, Gerindra, PAN, Golkar, Demokrat, Perindo, dan PSI.

Kendati Emil Dardak mengatakan sejatinya dia dan Khofifah tidak pernah menargetkan untuk melawan siapapun, termasuk jika kenyataannya melawan kotak kosong.

"Tapi kita tidak pernah juga menargetkan kotak kosong atau tidak kosong. Semuanya biar Allah SWT yang menentukan," kata Emil kepada awak media saat jumpa pers di Kantor DPP PKS, Kamis (18/7/2024).

Andi Sudirman di Sulsel

Bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi juga berpeluang melawan kotak kosong di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2024.

Andi Sudirman adalah adik kandung Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.

Hingga saat ini paslon ini telah mendapat usungan dari 4 partai yakni Partai Nasdem, Demokrat, Gerindra, dan PSI.

Fatmawati Rusdi mengakui juga tidak menutup bagi partai lainnya untuk berkoalisi mendukungnya.

"Insya Allah. Kita masih berkomunikasi dengan elite-elite partai," ujarnya di Hotel Claro, Kota Makassar, Selasa (30/7/2024) dikutip dari Kompas.com.

Saat ditanya ingin memborong semua partai dan hanya ada pasangan tunggal di Pilgub Sulsel melawan kotak kosong, Fatmawati Rusdi mengaku tidak ada skenario tersebut.

"Saya rasa baik Andi Sudirman Sulaiman maupun saya, tidak pernah punya skenario kotak kosong tersebut. Kalau kita melihat dinamika politik hari ini, masih dinamis. Semua pasti kandidat mau maju, apalagi mereka kader-kader partai. Pastinya, partainya ingin kader yang maju dong. Tapi sejauh ini, kita ada komunikasi dan kita tunggu saja hasilnya seperti apa," bantahnya.

Ridwan Kamil di Jawa Barat

Sejauh ini Ridwan Kamil belum memutuskan apakah jadi cagub di Jawa Barat atau Jakarta.

Namun jika Ridwan Kamil maju di Pilgub Jabar maka dia berpotensi melawan kotak kosong.

Pasalnya partai politik akan kompak memberikan dukungan kepada Ridwan Kamil sebab elektabilitasnya sangat tinggi di Jawa Barat.

Pengamat politik, Ray Rangkuti, berpandangan bahwa Ridwan Kamil akan maju pada Pilkada Jawa Barat lagi.

"Sudah bisa dipastikan RK (Ridwan Kamil) akan kembali di Jawa Barat setelah pengumuman oleh Ketua Umum Golkar yang mendorong Jusuf Hamka untuk maju di Pilkada Jakarta," ucap Ray kepada Tribunjabar.id di Stasiun Kopi, Kabupaten Purwakarta, Sabtu (27/7/2024) malam. 

Dia berharap, kehadiran Ridwan Kamil untuk bertarung di Pilkada Jawa Barat tidak membuat pilkada tersebut dengan istilah kotak kosong.

Karena, menurut Ray, Pilkada DKI dan Jawa Barat bisa terjadi kotak kosong bila tidak ada tandingan yang kuat.

Ray pun juga berharap, Partai Gerindra sebagai pemenang Pilpres 2024, bisa memberikan perlawanan terhadap para pertahana yang akan kembali maju lagi.

"Di Jakarta itu ada Anies Baswedan dan kemudian di Jawa Barat ada Ridwan Kamil. Saya harap tidak terjadi kotak kosong ya," ucapnya.

Anies Baswedan di Jakarta

Calon Gubernur Anies Baswedan juga berpeluang melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta 2024.

Pengamat Politik dan Hukum Refly Harun mengatakan peluang itu ada karena Anies dianggap terlalu kuat di Jakarta.

Informasinya akan ada 4 partai politik yang mendukung Anies yakni PKS, Partai NasDem, PKB, dan PDIP.

"Nah jangan-jangan nanti Anies melawan kotak kosong lagi," ucapnya. Karena mereka pada berhitung waduh this is a very strong candidate karena itu ya udahlah kita biarkan dia melawan kotak kosong," kata Refyl dikutip dari YouTube Refly Harun.

Seperti diketahui survei elektabilitas Anies sangat tinggi di Pilkada DKI Jakarta 2024.

Apa Itu Kotak Kosong dalam Pilkada

Kotak kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, melainkan munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.

Adanya calon tunggal tidak lantas membuat calon tunggal tersebut serta merta secara aklamasi diangkat menjadi kepala daerah.

Maka dalam sistem Pilkada dikenal adanya pemilu antara pasangan calon tunggal yang akan melawan kotak kosong.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan fenomena calon tunggal pada Pilkada 2020 merupakan sebuah anomali demokrasi.

Hal ini karena menurutnya fenomena calon tunggal saat pemilu di beberapa negara biasanya terjadi di daerah dengan jumlah pemilih yang sedikit.

Namun, hal sebaliknya justru terjadi di Indonesia yang memiliki jumlah pemilih yang besar.

Adapun penyebab dari adanya kotak kosong beragam, mulai dari sulitnya memenuhi persyaratan untuk maju di Pilkada terutama bagi calon independen, sistem koalisi yang pragmatis, hingga gagalnya kaderisasi di level partai.

Penentuan Pemenang Pilkada dengan Kotak Kosong

Lebih lanjut, penentuan pemenang merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di mana calon tunggal dinyatakan menang jika memperoleh 50 persen dari total suara sah.

Namun menjadi pertanyaan bagaimana jika suara yang didapat oleh kotak kosong lebih unggul daripada calon tunggal.

Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2018, apabila perolehan suara pada kolom kosong lebih banyak, maka KPU akan menetapkan penyelenggaraan pemilihan kembali pada pemilihan serentak periode berikutnya.

Adapun waktu diselenggarakan Pilkada kembali yaitu pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh Kasus Pilkada Calon Tunggal vs Kotak Kosong

Mengutip laman bawaslu.go.id, fenomena kotak kosong di Pilkada 2020 mengalami peningkatan dari sebelumnya.

Dari beberapa kasus Pilkada antara kotak kosong melawan calon tunggal, ada dua yang menarik perhatian masyarakat.

Salah satunya di Pilkada tahun 2020 di mana Wali Kota Semarang dan Wakil Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi dan Hevearita Gunaryanti Rahayu (Hendi-Ita) sebagai petahana dinyatakan menang setelah melawan kotak kosong.

Sementara di Provinsi Kalimantan timur terdapat 2 Kabupaten/Kota yang hanya memiliki satu pasangan calon melawan kotak kosong.

Pada Pilkada tersebut, pasangan calon tunggal di Kota Balikpapan dan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) berhasil mendapat suara terbanyak.

Sementara kasus kotak kosong menang terjadi pada Pilkada 2018 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Pada waktu itu untuk pertama kalinya dalam sejarah Pilkada kotak kosong unggul mengalahkan pasangan tunggal Munafri Arifuddin dan Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal.

Munculnya kotak kosong sebagai hasil putusan Mahkamah Agung yang mendiskualifikasi calon dari petahana yaitu Ramdhan “Danny” Pomanto-Indira.

Saat itu banyak pengamat politik yang menyimpulkan bahwa kemenangan kotak kosong ini adalah menjadi simbol perlawanan terhadap proses Pilkada di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

(Tribunnews.com/Tribun Jabar/Kompas.com/TribunNewsmaker.com)

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved