Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Ahli Hukum Pidana Tegaskan Saka Tatal Tak Layak Dikenakan Pasal Pembunuhan

Youngky berpendapat bahwa peran Saka hanya ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama, di mana ia melakukan pemukulan wajah korban.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Ravianto
eki yulianto/tribun jabar
Youngky Fernando, ahli hukum pidana umum dan khusus. Youngky mengungkapkan pandangannya bahwa Saka Tatal tidak layak dikenakan pasal pembunuhan dalam Kasus Pembunuhan Vina di Cirebon. 

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Youngky Fernando, ahli hukum pidana umum dan khusus, mengungkapkan pandangannya bahwa Saka Tatal tidak layak dikenakan pasal pembunuhan dalam Kasus Pembunuhan Vina di Cirebon.

Pernyataan ini disampaikan oleh Youngky setelah menjadi saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum Saka Tatal dalam sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cirebon, pada Rabu (31/7/2024).

"Ya memang pasal yang disangkakan terhadap Saka Tatal dalam kasus Vina Cirebon itu kurang tepat, karena saya telah membaca di mana ada pertimbangan hakim baik itu tingkat Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT) maupun Mahkamah Agung (MA)."

"Di mana pertimbangan itu menyatakan, peran Saka itu masuk menjadi bagian keseluruhan terhadap kasus pembunuhan tersebut. Itu sebenarnya teorinya fonhuri, yang tidak berlaku di Indonesia. Dalam sistem peradilan pidana kita (Indonesia), teori frongkris yang berlaku," ujar Youngky.

Lebih lanjut, Youngky menerangkan bahwa dalam teori frongkris, yang diutamakan adalah sebab yang paling besar dan paling dekat dengan peristiwa yang terjadi.

Dalam konteks ini, Youngky berpendapat bahwa peran Saka hanya ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) pertama, di mana ia melakukan pemukulan wajah korban.

Namun, korban masih dalam keadaan hidup dan mampu menuju TKP berikutnya.

"Jadi, dalam peristiwa pembunuhan kalau memang pembunuhannya bukan di TKP pertama, maka peran Saka tidak bisa dilibatkan pada TKP berikutnya."

"Dia hanya ada di TKP pertama melakukan pemukulan wajah. Nah akibat pemukulan wajah, si korban masih jalan, masih naik motor dan masih hidup menuju TKP berikutnya, kan begitu."

"Selanjutnya, pada TKP kedua, ketiga dan seterusnya itu sudah tidak ada lagi peran Saka Tatal," ucapnya.

Menurut Youngky, dengan fakta bahwa korban masih hidup setelah pemukulan di TKP pertama, tuduhan pembunuhan terhadap Saka tidak tepat.

"Kan waktu dilakukan pemukulan itu tidak mati almarhum, ya kan. Dia meninggalnya pada TKP berikutnya," jelas dia.

Youngky juga menyoroti bahwa tidak ada bukti adanya persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan, seperti yang tercatat di pengadilan.

"Kenapa? Karena mereka tidak ada persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan, lain halnya ada persengkongkolan untuk melakukan pembunuhan dan itu tidak ada pada fakta catatan PN, PT, dan MA."

"Harusnya, Saka tidak boleh dinyatakan bersalah di dalam tindak pidana pembunuhan," katanya.

Youngky menyarankan bahwa Saka bisa dikenakan pasal penganiayaan, bukan pembunuhan.

"Kalau diterapkan, penganiayaannya ada 351, Saka bisa diterapkan pasal 351 ayat 1, karena ayat 1 itu orangnya gak perlu luka dan meninggal dunia."

"Kenyataannya tidak ada kan pasal 351-nya, makanya harusnya bebas," ujarnya.

Ia menekankan bahwa kesalahan penerapan teori hukum ini bisa dijadikan dasar PK dengan mengacu pada pasal 263 ayat 2 huruf c KUHAP.

"Makanya, alasan PK Saka Tatal ini untuk membatalkan putusan terhadap tadi, keliru di dalam penerapan teorinya antara perbuatannya tadi dengan ancaman pidananya."

"Ancamannya kan pembunuhan, perbuatannya memukul."

"(Hakim) kurang tepat penerapannya. Ya kekeliruan ini bisa dijadikan novum yang sesuai pasal 263 ayat 2 huruf c itu sejalan dengan apa yang saya sampaikan," ucap Youngky.(*)

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved