2 Remaja Habisi Ayah di Jaktim Diduga Rencanakan Aksinya, Berbagi Tugas, Sakit Hati Sering Dipukuli

Keduanya diduga melakukan pembunuhan berencana pada ayah mereka sendiri karena sakit hati.

Kompas
Ilustrasi Mayat 

Pelaku Ketahuan karena Kamera ETLE

Pelaku PA baru ketahuan belakangan turut mengabisi KS ditetapkan menjadi tersangka.

Ade Ary Syam Indradi mengatakan sama dengan sang kakak, PA juga beralasan sakit hati hingga membunuh ayah kandungnya sendiri.

Baca juga: Rasa Kasihanku Sudah Habis Anak Habisi Ibunya di Medan karena Dendam Sering Dimarahi

"Alasannya karena mereka sakit hati, sering dipukuli sama korban, sering tidak dikasih makan, kemudian disampaikan anak yang tidak berguna, waktu itu juga terungkap anak haram," kata Ade Ary kepada wartawan, Selasa (2/7/2024).

PA saat itu, berperan memukul kepala korban sebanyak dua kali menggunakan papan kayu cucian. Setelahnya, barulah KS menusuk korban dengan pisau dapur.

Lalu, setelah membunuh, keduanya pergi dari lokasi pembunuhan dan terekam kamera electronic traffic law enforcement (ETLE).

"Anak KS dan Anak PA telah dilakukan penahanan, namun saat ini sedang dibantarkan ke Rumah Sakit Polri Kramatjati untuk dilakukan observasi psikiatrikum," tuturnya.

Tanggapan Psikolog

Psikolog anak sekaligus Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI),Seto Mulyadi ungkap jika ada beberapa faktor yang mendorong anak jadi pelaku tindak kekerasan.

"Penyebab utamanya bisa saja dari orangtua, yang mendidik dengan kekerasan. Bisa juga dari lingkungan pergaulan. Atau dari berbagai informasi yang diperoleh media sosial," ungkapnya pada Tribunnews, Minggu (30/6/2024).

Di media sosial kadang kala kerap menunjukkan masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan.

Informasi seperti ini dapat mendominasi anak-anak dan remaja untuk melakukan tindak kekerasan.

Untuk mengatasi hal ini, laki-laki yang akrab disapa kak Seto ini mengatakan perlu ada pembenahan dari sistim pendidikan di Indonesia.

Baca juga: Masih Ingat Anak Habisi Ibu Kandung di Purwakarta? Kini Berada di Kota Bogor usai Melarikan Diri

"Pendidikan kita terlalu menekankan pada kemampuan logika. Yang dinilai itu akademik saja. Tetapi kecerdasan emosional, tidak dilatih dan dikembangkan dalam sistim pendidikan kita," kata kak Seto.

Seharusnya, selain nilai akademik, pendidikan di Indonesia perlu mengajarkan perilaku sopan dan santun.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved