Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024
Hari Keenam: Lego Jangkar Sehari Semalam dan Kisah tentang Kopi Sanger Khas Aceh
PADA hari keenam Muhibah Budaya Jalur Rempah 2024, Sabtu, 21 Juni, dini hari, saya terbangun dengan kondisi KRI Dewaruci yang terasa sangat tenang.
Penulis: Hermawan Aksan | Editor: Hermawan Aksan
Tak lama setelah itu terdengar pengumuman dari anjungan mengenai penambahan panjang jangkar atau yang semacam itu. Saya segera menduga bahwa salah satu atau kedua jangkar kapal telah lepas dari dasar laut tempat keduanya mencengkeram. Penambahan panjang jangkar, jika benar demikian situasinya, dilakukan untuk melakukan cengkeraman baru di titik lain.
Pada situasi itu, ketika hujan telah reda, kami memutuskan untuk naik lagi ke geladak atas. Saya ingin melihat proses lego jangkar selanjutnya.
Baca juga: Hari Keempat: Angin yang Lebih Kencang dan Ombak yang Lebih Kuat
Akan tetapi, tampaknya para awak kapal merasa bahwa situasinya terlalu berisiko. Diputuskan bahwa kapal akan bersandar di dermaga. Karena itu, pelan-pelan, dibantu sebuah kapal pandu, yang menurut saya sebagai awam terlihat sangat kecil, KRI Dewaruci menepi “sejengkal demi sejengkal”. Prosesnya memang lambat, mungkin satu jam lebih. Semua proses itu dipimpin langsung oleh Komandan Dewaruci, Letkol Rhony Lutfiandani.
Matahari kira-kira berada sepenggalah di langit barat saat KRI Dewaruci bersandar. Puluhan, atau mungkin sekitar seratus, warga setempat menonton kehadiran sang kapal legendaris. Jarak dari tepi dermaga ke pagar geladak hanya sekitar satu meter. Dari tepi dermaga, sejumlah warga saling menyapa dengan peserta MBJR yang mereka kenal. Salah satu peserta undangan, Miftah Roma, bahkan langsung memesan agar dibelikan kopi. Beberapa puluh menit kemudian, kopi itu pun datang dan kami turut kecipratan.
Ada dua macam kopi yang dibagikan. Pertama kopi gayo hitam. Kedua kopi sanger. Saya memilih kopi sanger dengan pertimbangkan pengaruhnya ke tidur mungkin tidak terlalu terasa. Kopi sanger adalah salah satu kopi khas Aceh yang merupakan kopi hitam dicampur sedikit susu.
“Kopi ini bermula di kalangan mahasiswa yang kekurangan uang untuk membeli kopi susu yang lebih mahal. Mereka menginginkan kopi yang sama tapi dikurangi porsi susunya. Baik penjual maupun pembeli, yaitu para mahasiswa, sama-sama ngerti, yang disingkat sanger. Jadi, kopi itu kemudian terkenal dengan nama kopi sanger,” kata Miftah.
Baca juga: Hari Kelima: Memasuki Aceh, Ketika Kapal Menganggung-angguk tanpa Jeda dan Para Peserta tak Berdaya
Kami menikmati kopi di kapal. Kopi sanger memang terasa sangat enak. Konon lebih enak daripada kopi susu yang semula diinginkan para mahasiswa.
Sayangnya, meskipun daratan tinggal selangkah lagi, para peserta MBJR 2024 belum diperkenankan meninggalkan kapal. Kami baru diperbolehkan keluar dari KRI Dewaruci besok paginya.
Padahal, rasanya sudah rindu berat menginjak darat. (*)
Hari Ke-20: Hari Terakhir Muhibah Budaya Jalur Rempah, Tangis Kembali Tumpah |
![]() |
---|
Hari Ke-19: Pagi Terakhir di KRI Dewaruci dan Malam Pembukaan Festival Raja Ali Haji |
![]() |
---|
Hari Ke-18: Lego Jangkar di Tanjung Uban, Tangis Peserta Muhibah pada Malam Terakhir di KRI Dewaruci |
![]() |
---|
Hari Ke-17: Mencium Udara Hari Terakhir di Malaka dan Melanjutkan Muhibah ke Tanjung Uban |
![]() |
---|
Hari Ke-16: Jumpa Sahabat di Malaysia, Kunjungi Masjid Selat Melaka, dan Hadiri Farewell Dinner |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.