Berita Viral

Viral Kisah Galih, Lulusan S2 di London Pilih Jadi Guru SD Negeri di Jakarta, Sorot Ketimpangan

Inilah kisah Galih Sulistyaningra, lulusan S2 University College London yang memilih untuk menjadi guru SD Negeri di Jakarta.

Penulis: Rheina Sukmawati | Editor: Rheina Sukmawati
TikTok @galihtyanr
Galih Sulistyaningra, lulusan S2 University College London yang memilih untuk menjadi guru SD Negeri di Jakarta. (Dok. Kemenkeu) 

Kuliah menambah wawasan

Galih pun memulai kuliahnya sebagai mahasiswi S2 di London pada 2018.

Diakui bahwa pengalamannya bekerja di sekolah internasional membuatnya kagum dengan pendidikan Barat sebagai metode yang adiluhung.

Namun, dia justru menemukan perspektif baru saat berada di Inggris, yang notabene masih dunia Barat.

Galih diajarkan tentang kontekstualisasi, bahwa setiap negara memiliki masalahnya sendiri yang tentunya terdapat perbedaan formulasi penanganannya.

"Sebenarnya tidak adil untuk kita membandingkan setiap negara. Tapi kalau saya boleh cerita apa sih yang kemudian membuat pendidikan di Inggris misalnya itu lebih maju daripada pendidikan kita di Indonesia," ungkap Galih.

"Jawabannya adalah membaca buku, sehingga pendidikan di sana maju," tambah dia.

Membaca buku adalah kegiatan yang tak asing lagi dan sudah menjadi budaya masyarakat Inggris.

Terlebih buku sebagai sumber pengetahuan sangat mudah ditemukan di ruang-ruang publik di Inggris.

Banyak dari orang tua yang juga punya tradisi membaca di rumah dengan anak-anaknya.

"Karena mereka sudah terbiasa baca buku, mereka sudah terbiasa melihat kalau kita baca buku kan baik itu fiksi atau non-fiksi, kita membaca kalimat, kita terpapar dengan banyak vocabularies gitu ya, kosakata, dan kita terpapar juga dengan berbagai sudut pandang," jelas Galih.

Kekayaan informasi dan wawasan dari membaca buku ini membantu anak-anak berpendidikan di sana untuk mudah berargumen di muka umum.

Inilah yang sebenarnya cocok dengan kurikulum Merdeka Belajar di Indonesia.

Di Merdeka Belajar terdapat Profil Pelajar Pancasila yang salah satunya terdapat dimensi bernalar kritis. Artinya, karakter nalar kritis ini diharapkan ada di anak-anak Indonesia.

Masalahnya, bagaimana bisa menghasilkan karakter bernalar kritis pada anak didik apabila dari pendidiknya belum berada di level yang setara.

Halaman
1234
Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved