Idul Adha 2024

Hukum Puasa Tarwiyah 8 Zulhijah, Keutamaannya Bisa Hapus Dosa Tahun Lalu, Berikut Dalil Hadis-nya

Inilah hukum puasa Tarwiyah yang dikerjakan setiap tanggal 8 Zulhijah, lengkap dengan dalil hadis-nya.

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
Kolase NIV Bible/Tribunnews/Tribunjabar.id
Hukum Puasa Tarwiyah 8 Zulhijah, Keutamaannya Bisa Hapus Dosa yang Tahun Lalu, Lengkap dengan Dalil Hadis-nya 

TRIBUNJABAR.ID - Inilah hukum puasa tarwiyah yang dikerjakan setiap tanggal 8 Zulhijah, lengkap dengan dalil hadis-nya.
 
Menjelang Hari Raya Idul Adha 2024, umat muslim terlebih dahulu dapat mengerjakan puasa sunah.

Selain puasa Arafah yang dikerjakan pada 9 Zulhijah ternyata juga ada puasa Tarwiyah.

Pelaksanaan puasa Tarwiyah ini dikerjakan pada 8 Zulhijah.

Baca juga: Niat Puasa Tarwiyah Jelang Idul Adha 1445 H, Dilaksanakan 15 Juni 2024, Lengkap Cara Pengamalannya

Berdasarkan kalender Hijriah, tahun ini puasa Tarwiyah 8 Zulhijah 1445 H jatuh pada Sabtu 14 Juni 2024.

Dilansir dari berbagai sumber, keutamaan puasa Tarwiyah dapat menghapus dosa yang tahun lalu.

Di banding puasa Arafah, puasa Tarwiyah ini memang belum banyak diketahui muslim meski keutamaan puasa Tarwiyah juga luar biasa.

Pasalnya, sebagian muslim lebih memilih mengutamakan mengerjakan puasa Arafah.

Lalu, bagaimana sebenarnya hukum puasa tarwiyah tersebut?

Untuk mengetahui hukum puasa tarwiyah dapat dilihat dari asal usul hadis yang mendasarinya.

Diketahui adanya puasa Tarwiyah berdasarkan dalil hadis yang berbunyi sebagai berikut.
 
مَنْ صَامَ الْعَشْرَ فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ صَوْمُ شَهْرٍ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سَنَةٌ ، وَلَهُ بِصَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ سَنَتَانِ

”Siapa yang puasa 10 hari, maka untuk setiap harinya seperti puasa sebulan. Dan untuk puasa pada hari tarwiyah seperti puasa setahun, sedangkan untuk puasa hari arafah, seperti puasa dua tahun.”

Diketahui dalil hadis tersebut berasal dari Ali al-Muhairi dari at-Thibbi, dari Abu Sholeh.

Sebagian besar ulama menegaskan hadis tersebut tidak sahih. Begitu pun dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mangatakan hadis tersebut marfu’ dan tidak bisa jadi dalil.

Ibnu Taimiyah mengatakan hadis marfu atau hadis doif sejatinya bukan hadis sahih dan juga hasan.
 
Adapun Imam Ahmad bin Hambal dan ulama lainnya membolehkan meriwayatkan hadis doif dalam fadhilah amal selama tidak diketahui hadis tersebut hahih atau hadis tersebut bukan diriwayatkan oleh perowi pendusta.

Akan tetapi, para ulama kebanyakan mengatakan bahwa tidak boleh menyatakan wajib atau sunnah pada suatu amalan dengan dasar hadis doif. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved