SBMI Indramayu Sudah Kantongi Nama PT Hingga kapal di Kasus Penyiksaan ABK Indonesia di Kapal China

Saat ini, pihak SBMI sudah mengantongi nama PT yang memberangkatkan Muhammad Mahfudin, termasuk nama kapal tempat ia bekerja.

Tribun Cirebon/ Handhika Rahman
Ketua SBMI Cabang Indramayu, Akhmad Jaenuri, Senin (27/5/2024) 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Indramayu menduga adanya unsur tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dalam kasus yang menimpa Muhammad Mahfudin (36).

Warga Desa Rambatan Kulon, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu, itu merupakan Anak Buah Kapal (ABK) yang bekerja di kapal asing asal China.

Di sana ia diperbudak, mulai dari pengalami penyiksaan, kerja yang diporsir, hingga gaji yang tidak sesuai perjanjian.

Alasan dugaan penyiksaan pun diketahui tidak mendasar, yakni diketahui hanya karena Muhammad Mahfudin mengeluhkan soal sakit hernia, wasir, dan tangannya yang bengkok kepada kapten kapal.

Baca juga: Pilunya ABK Indramayu saat Rekam Minta Tolong karena Tak Kuat:Anak-anak ABK Sudah Tidak Sanggup Lagi

Bukannya mendapat pengobatan, ia justru ditampar hingga ditendang.

“Kita akan tindaklanjuti lebih lanjut laporan ini,” ujar Ketua SBMI Cabang Indramayu, Akhmad Jaenuri, Senin (27/5/2024).

Jaenuri mengatakan, saat ini, pihaknya sudah mengantongi nama PT yang memberangkatkan Muhammad Mahfudin, termasuk nama kapal tempat ia bekerja.

Sebagai tindak lanjut, SBMI Indramayu pun akan berkoordinasi dengan pihak-pihak lainnya, seperti BP2MI untuk melakukan upaya pendampingan hukum.

“Yang bersangkutan intinya meminta hak-haknya serta agar kejadian penyiksaan tersebut tidak kembali terjadi,” ujar dia.

Muhammad Mahfudin sendiri turut menceritakan kejadian kelamnya saat bekerja kurang lebih 6 bulan di kapal China tersebut.

Salah satu kejadian yang ia ingat adalah saat ia tak tahan menahan sakit hernia dan tangannya yang patah saat bekerja.

Ia pun melapor ke kapten kapal dengan harapan bisa diobati dan dibawa pulang. Namun, yang didapat Mahfudin justru penyiksaan.

Ia ditampar dan ditendang, kondisi penyiksaan itu rupanya juga pernah dialami oleh rekan sesama ABK asal Indonesia lainnya.

“Di sana ada 8 ABK Indonesia, sisanya dari China. Kalau ABK dari Indonesia banyak sekali yang dapat penyiksaan,” ujar dia.

Selain disiksa, kata Mahfudin, ia juga dipaksa bekerja bagaikan robot dan harus stand by 24 jam tanpa upah lembur dan lain sebagainya.

Apalagi saat tangkapan cumi sedang melimpah, mau tidak mau, ABK harus bekerja tanpa mengenal lelah.

Baca juga: Pahitnya Nasib ABK Kapal China asal Indramayu, Ditendang sampai Ditampar saat Sakit, Gaji Disunat

Mahfudin juga menceritakan, selama berada di atas kapal, semua tidak ada yang gratis. Untuk mandi, makan, minum dan lain sebagainya semua harus bayar.

“Jadi serba mecin, jadi segala halnya serba uang,” ujar dia.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved