Kecelakaan Maut di Ciater Subang

Buntut Kecelakaan Maut di Ciater, Subang, Jawa Barat, Pengamat: Study Tour Sebaiknya Dievaluasi

Pengamat pendidikan Ubaid Matraji meminta sekolah untuk menghapus semua kegiatan yang di luar sekolah, apalagi yang memungut dana dari siswa.

Tribun Jabar/Deanza Falevi
Pihak Dirlantas Polda Jawa Barat melakukan olah TKP kecelakaan maut bus parawisata rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok yang terguling di Jalan Raya Ciater, Kabupaten Subang, Minggu (12/5/2024) pagi 

TRIBUNJABAR.ID - Pengamat pendidikan Ubaid Matraji meminta sekolah untuk menghapus semua kegiatan yang di luar sekolah, apalagi yang memungut dana dari siswa, semisal acara perpisahan sekolah, study tour, atau wisuda, yang menurutnya tidak memiliki manfaat pada meningkatkan pendidikan dan pembelajaran.

Ubaid mengatakan, semua kegiatan sekolah harus berkontribusi dengan pembelajaran di sekolah.

"Jangan membuat acara-acara yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan, dengan pembelajaran, justru memperberat orang tua," ujarnya, Minggu (12/5).

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ini menuturkan, daripada menggelar kegiatan study tour atau wisuda dimana sering dikeluhkan memberatkan orang tua karena memungut biaya yang tidak sedikit, sekolah harusnya fokus untuk membina minat dan bakat anak semaksimal mungkin.

Baca juga: Isak Tangis Keluarga Iringi Pemakaman Para Korban Kecelakaan Maut di Ciater, Subang, Jawa Barat

Mengembangkan karakter siswa dengan baik dan mempersiapkan para siswa agar jadi pribadi tangguh di tengah masyarakat.

"Jangan gelar acara foya-foya, tidak semua orang tua murid memiliki ekonomi yang bagus untuk membayar kegiatan itu. Apalagi saat siswa tidak ikut kegiatan ada diskriminasi yang dilakukan misalkan mengancam surat kelulusan tidak dikeluarkan atau bahkan menahan ijazah," kata Ubaid.

Dengan demikian, ia mendorong agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) mengeluarkan kebijakan melarang sekolah menyelenggarakan kegiatan study tour.

"Itu kegiatan akal-akalan sekolah dan komite sekolah, yang kemudian dikait-kaitkmkan dengan kegiatan sekolah. Kenapa harus keluar sekolah, harus keluarkan dana, orang tua sampai berutang? Jadi sebenarnya wisuda, study tour itu tidak ada hubungannya sama pendidikan, sama pembelajaran," ujarnya.

Namun, Executive Director Center for Education Regulations & Developent Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji menilai bahwa kegiatan study tour tak dapat dilihat secara hitam-putih, alias sebatas benar dan salah.

Namun, diakuinya, kegiatan tersebut memang berpotensi dimanfaatkan untuk menggali keuntungan komersial bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut biasanya mengambil keuntungan dengan membebankan biaya mahal dalam kegiatannya.

"Ada yang memang untuk kepentingan oknum-oknum pejabat sekolah, kepentingan komersial, nyari duit. Kalau itu saya tolak," ujarnya.

Selain keuntungan pribadi bagi oknum-oknum, tak jarang praktik kegiatan seperti study tour dilakukan untuk menutupi anggaran sekolah yang kurang. Hal itu layaknya tambal sulam anggaran untuk operasional sekolah.

Padahal, orang tua/wali murid kerap diberatkan dengan harga kegiatan yang harus dibayarkan.
"Banyak sekarang sekolah, termasuk sekolah negeri, itu mengadakan study tour tujuannya adalah dari sisi komersial, buat cari duit. Dan itu sering memberatkan orang tua. Entah untuk nutupi anggaran-anggaran yang enggak ketutup, banyak kegiatan yang enggak bisa dibayarkan," ujar Indra.

Jika kegiatan study tour dibuat dengan tujuan komersial seperti itu, maka jelas tidak dibenarkan. Sebab sudah pasti pihak sekolah akan mencari harga vendor termurah untuk menunjang kegiatan tersebut.

Pada akhirnya, harga murah itu beriringan dengan risiko keselamatan yang mesti ditanggung.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved