Ramadhan 2024

Alun-Alun dan Masjid Agung Manonjaya, Spot Ngabuburit di Wilayah Timur Tasikmalaya yang Selalu Ramai

Alun-Alun Manonjaya di Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu spot ngabuburit favorit bagi masyarakat Priangan Timur.

Penulis: Aldi M Perdana | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar/Aldi M Perdana
Suasana di Alun-Alun Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (21/3/2024). 

Laporan Jurnalis TribunPriangan.com, Aldi M Perdana

TRIBUNJABAR.ID, TASIKMALAYA - Wilayah Priangan Timur—Kabupaten Garut, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran—memiliki banyak sekali spot ngabuburit setiap Ramadhan tiba.

Mulai dari lokasi yang berupa pasar kaget, tempat bersejarah, alun-alun, hingga pemandangan alam yang menyejukkan.

Alun-Alun Manonjaya di Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu spot ngabuburit favorit bagi masyarakat Priangan Timur.

Berjarak tempuh kurang-lebih 14 kilometer dari Kota Tasikmalaya ke arah timur, Alun-Alun Manonjaya menjadi pilihan spot favorit untuk ngabuburit selain Alun-Alun Singaparna yang berlokasi di sebelah baratnya.

Setiap menjelang berbuka puasa, aktivitas masyarakat sangat tinggi di sini.

Mulai dari warga yang tengah menghabiskan waktu, anak-anak bermain bola, main layang-layang pendek, sekadar mengaso, hingga para pemburu takjil.

Di sana juga sejumlah pedagang membuka lapaknya di pinggiran Alun-Alun Manonjaya yang berbentuk petakan seluas kurang lebih 1.000 meter persegi tersebut.

Mereka menjajakan tak hanya ragam makanan ringan atau minuman segar saja, tapi juga terdapat lapak sewa mainan untuk anak-anak.

“Harganya murah-murah sih. Takjil palingan harganya dari Rp 5 ribu sampai 10 ribu per porsi,” ungkap Wida Asmara, warga yang tengah ngabuburit di Alun-Alun Manonjaya, Kamis (21/3/2024).

Wida mengatakan, ia memang rutin menghabiskan waktu hingga buka puasa di Alun-Alun Manonjaya.

“Karena kan rame ya, banyak orang, jadi waktu tuh enggak kerasa. Suka tiba-tiba azan Magrib saja,” ujar dia.

Lantaran Alun-Alun Manonjaya berdekatan dengan Masjid Agung Manonjaya yang bersejarah, Wida mengatakan bahwa seusai berbuka puasa di sana, ia tidak kesulitan mencari tempat untuk beribadah.

“Nah, enaknya itu kalau ngabuburit di sini. Habis buka puasa, mau salat maghrib, tinggal ke Masjid Agung-nya ‘kan,” kata dia.

Sementara itu, penjual kuliner yang bernama Hani mengaku bahwa Ramadhan kali ini lebih ramai dari tahun lalu.

“Sekarang lebih ramai dari tahun kemarin sih. Barang dagangan saya malah selalu habis sebelum jam buka puasa,” ujarnya.

Hani, yang berjualan kuliner ala Korea, gimbap, berencana menambah stoknya untuk momentum ngabuburit besok hari.

“Ke depannya saya pasti tambah stok. Rame banget soalnya ini pengunjung di Alun-Alun Manonjaya,” tutupnya.

Tak jauh dari lokasi, terdapat Masjid Agung Manonjaya yang seolah tampak mengawasi lapangan Alun-Alun Manonjaya tersebut.

Masjid Agung Manonjaya itu merupakan salah satu dari khazanah jejak Islam pada lini masa sejarah Indonesia.

Masjid yang berada di Kecamatan Manonjaya itu merupakan masjid tertua di wilayah Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang dibangun pada 1837.

Rusliana, juru pelihara Masjid Agung Manonjaya, yang telah bertugas selama 20 tahun, mengatakan bahwa sebelumnya masjid tersebut berupa surau kecil.

“Masjid ini dibangun pada zaman masa pemerintahan Bupati Sukapura. Awalnya ‘kan, pada 1832, ada perpindahan Ibu Kota, dari Leuwiloa, Sukaraja, ke Harja Winangun, Manonjaya, sekarang ini,” ungkapnya.

Setelah perpindahan ibu kota tersebut, di lokasi yang saat ini dibangun Masjid Agung Manonjaya, sebelumnya terdapat sebuah surau kecil.

“Surau itu sudah berada di sana sebelum perpindahan ibu kota. Akhirnya, karena waktu itu ada perkembangan pemerintahan, dibangunlah Masjid Agung Manonjaya pada 1837, namun masih dalam skala kecil,” jelasnya.

Pembangunan Masjid Agung Manonjaya diketahui berada di bawah kepemimpinan Raden Tumenggung Danuningrat.

“Selanjutnya, pada 1889, Masjid Agung Manonjaya ini ada bangunan tambahan. Waktu itu dibangun oleh Raden Tumenggung Wirahadiningrat,” ujar Rusliana.

Pada pembangunan yang kedua tersebut, Masjid Manonjaya mendapatkan tambahan berupa koridor dan selasar, serta 2 menara masjid di sebelah timur.

“Di antara menara kembar, terdapat mustaka atau menara lagi, yang terbuat dari tanah liat hasil pengrajin dari Desa Kawasen, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis,” katanya.

Menurut cerita, tambah Rusliana, puncak menara itu berasal dari masjid di Pamijahan bekas peninggalan Syekh Abdul Muhyi.

“Puncak menara itu beratap tumpang, bersusun 3 undakan dan bisa dipisah-pisahkan. Konon begitu,” katanya.

“Masjid Agung Manonjaya ini sebagai bangunan cagar budaya sekaligus sebagai living monumen, karena masih digunakan untuk aktivitas keagamaan,” lanjut dia.

Rusliana juga menambahkan, pada 1999, Masjid Agung Manonjaya ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

“Memang masjid ini dipertahankan karena dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya. Oleh karena itu, arsitekur bangunan dipertahankan sampai saat ini,” jelasnya.

“Arsitektur yang dimaksud, yakni berupa 61 tiang penyangga beserta koridor dan selasar khas yang dimiliki Masjid Agung Manonjaya,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved