Mengapa 7 Orang PPLP Kuala Lumpur Tak Ditahan Polisi Meski Terbukti Mark Up DPT?

tujuh orang yang hingga kini belum diketahui identitasnya tersebut tidak ditahan pihak kepolisian.

Editor: Ravianto
doc. yvonne via Kompas.com
WNI membludak saat akan nyoblos di Kuala Lumpur, Malaysia. Polisi telah menetapkan tujuh orang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, Malaysia sebagai tersangka atas kasus penggelembungan atau mark up daftar pemilih tetap (DPT). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Polisi telah menetapkan tujuh orang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Kuala Lumpur, Malaysia sebagai tersangka atas kasus penggelembungan atau mark up daftar pemilih tetap (DPT).

Meski begitu, tujuh orang yang hingga kini belum diketahui identitasnya tersebut tidak ditahan pihak kepolisian.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menyebut alasan tidak dilakukan penahanan karena tersangka kooperatif.

"Kami tidak melakukan penahanan dengan pertimbangan tersangka kooperatif dalam pemanggilan dan saat pemeriksaan," kata Djuhandani dalam keterangannya, Kamis (7/3/2024).

Dalam kasus ini, berkas perkara ketujuh tersangka juga sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti. 

Sehingga, penyidik Bareskrim Polri akan menjalankan kewajiban selanjutnya yakni melimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Agung untuk segera disidang.

Adapun penyerahan tersangka dan barang bukti akan dilakukan pada Jumat (8/3/2024) besok.

"Iya sdh P-21, selanjutnya hari Jumat kita limpahkan ke Kejaksaan," ucapnya.

Ada Lobi-Lobi Partai Politik

Sebelumnya, Polri menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Pemilu berupa penambahan jumlah pemilih di Kuala Lumpur, Malaysia.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan penetapan status tersangka ini berdasarkan gelar perkara yang dilakukan pada 28 Februari 2024.

"Menambah jumlah yang sudah ditetapkan ditambah lagi jumlah (tersangka). (Per hari ini) 7 tersangka," kata Djuhandani Rahardjo Puro dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).

Para tersangka dijerat dengan Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia dalam kurun waktu sekitar tanggal 21 Juni 2023 sampai dengan sekarang," jelasnya.

Adapun, kata Djuhandani, enam orang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana Pemilu berupa dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam Pemilu setelah ditetapkannya daftar pemilih tetap dan/atau dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved