Perkebunan Sukun Pertama di Indonesia Ada di Majalaya, Bernilai Ekonomis Tinggi

Ternyata sukun memiliki kandungan karbohidrat yang bagus, dan tak mengandung gula, serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi

Penulis: Lutfi Ahmad Mauludin | Editor: Siti Fatimah
Lutfi Ahmad Mauludin
Penanaman perdana pohon sukun pertama di perkebunan organik sukun Majalaya, Kabupaten Bandung, dilakukan Senin (5/2/2024). 

"Malah, paling juga dianggap makanan kampung pinggir jalan," kata Arie.

Menurut Arie, di luar negeri sukun sangat bernilai ekonomis.

"Sukun eksport dari Hawai itu mencapai triliunan, sementara di Indonesia dipakai mai bola anak-anak," tuturnya.

Arie menjelaskan, peneliti pertama yang maju dan mendapat dukungan itu British Colombia yang sekarang sudah memiliki 21 spesies di tanam di Hawai dan Jamaica.

"Sumber sukun Indonesia belum punya. Di Australia, Florida Selatan, sudah ada, dan kini kita mencoba membuatnya," kata dia.

Arie mengaku, meski dirinya ahli sawit, namun sudah 10 tahun terakhir ia telah mendalami sukun, bahkan ia hingga pergi ke luar negeri untuk mendalaminya, seperti Hawai dan lainnya.

"Kini yang pertama kami akan menanam 300 pohon, satu pohon bisa menghasilkan 200 buah pertahun. satu buah beratnya sekitar 1,5 kilogram, jadi kami bisa mendapat 300 kilogram dari pohon pertahun," kata dia.

Sehingga total kata Arie, dalam satu tahun, pihaknya  bisa mendapatkan 900 ribu kilogram sukun, sehingga satu bulan bisa mengolah sukun, sekitar 10 ton sukun.

"Nantinya sukun ini akan diolah hingga menjadi tepung. 10 kilogram sukun karbohidratnya sama dengan 10 kilogram beras," katanya.

Menurut Arie, kini harga buah sukun, sekitar Rp 5000 perkilogram, sedangkan jika sudah menjadi tepung harganya Rp sekitar 60 ribu.

"Tepung sukun ini sulit untuk mendapatkannya, dan nanti kami akan buat. Selain itu warga juga nantinya bisa menjual sukun ke kami," tuturnya.

Namun, kata Arie, warga nantinya tak menjual berbentuk buah, tapi telah dipotong-potong dan dikeringkan.

"Dibuat gaplek, jadi sukunnya dipotong-potong dan dikeringkan, jadi ada nilai tambah buat warga, harganya jadi lebih tinggi mencapai sekitar Rp 15 ribu perkilogram. Nantinya, kami di sini tinggal mengolahnya," kata dia.

Pasar untuk tepung ini, kata Arie, sangat terbuka hingga ke luar negeri, sampai saat ini masih sulit untuk mendapatkan tepung sukun.

Sukun kata dia, memiliki tempat tersendiri karena bebas gula, sehingga cocok dikonsumsi penderita diabetes.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved