Banyak e-Tilang Salah Alamat: Polri Minta Pemerintah Hapus Bea Balik Nama Kendaraan

Rencana penghapusan data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor pada Rapat Koordinasi Pembina Samsat Tingkat Nasional.

Editor: Januar Pribadi Hamel
Tribun Priangan/Ai Sani Nuraini
FOTO Ilustrasi: Tim Pembina Samsat Tingkat Nasional yang terdiri dari Kakorlantas Polri, Kementerian Dalam Negeri, dan Jasa Raharja membahas penghapusan data registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor pada Rapat Koordinasi Pembina Samsat Tingkat Nasional Tahun di The Trans Luxury Hotel Bandung, Kamis (11/1/2024). 

Menurutnya, masyarakat tidak mau balik nama karena berbagai macam alasan, salah satunya karena biaya yang cukup mahal.

"Jadi masyarakat nunggu pas pemutihan padahal itu bukan solusi yang baik. Nah dari tahun 2022-2023 itu ada kenaikan dari 39 persen jadi 51 persen jadi masih ada 49 persen masyarakat yang belum patuh. Dengan biaya balik nama 0 BBN 0, yakin pasti masyarakat mau balik nama. Ini yang akan kita bahasa dalam rakor termasuk kepatuhan," katanya.

Penjabat Gubernur Jabar Bey Machmudin mengatakan sebagai garda terdepan dalam mengelola pajak kendaraan, Samsat memiliki peran krusial dalam mendukung keuangan daerah dan pembangunan nasional.

"Melihat berbagai tantangan dalam kondisi saat ini, saya meyakini bahwa kerja sama dan sinergi antar daerah sangatlah penting. Kita perlu bersama-sama menciptakan inovasi dalam sistem pembinaan Samsat, meningkatkan efisiensi, serta memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," katanya.

Peningkatan pendapatan daerah melalui Samsat, ujarnya, bukan hanya sebagai tujuan, namun juga sebagai indikator keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat.

Usulan penghapusan bea balik nama kendaraan dan pajak progresif kendaraan mendapat positif oleh masyarakat. Wahyu (33), pegawai swasta, warga Antapani, mengatakan sebagai pemilik kendaraan tentunya aturan penghapusan ini akan membantu jika ingin membeli kendaraan lagi.

"Untuk biaya ganti nama kemarin saya membayar BBN dan pajak progresif sekitar Rp 5 jutaan. Kalau aturan tersebut tidak ada, akan meringankan biaya ketika membeli mobil bekas," kata Wahyu, kemarin.

Terlebih, ujar Wahyu, ia memang tengah berencana membeli motor impiannya. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan yang menggiurkan karena ia tidak perlu mengeluarkan biaya lebih.

"Kalau punya kendaraan kedua dan ketiga itu kan biasanya kena pajak progresif. Jadi ada tambahan hitungan pajak kendaraannya. Adanya aturan baru ini tentu membantu masyarakat yang ingin punya kendaraan lebih dari satu," kata Wahyu.

Namun, hal berbeda justru dirasakan oleh Astria Maulina (36) warga Jatihandap, pegawai rumah sakit yang sehari-hari menggunakan bis dan angkutan umum untuk kegiatan sehari-harinya.

"Sebagai pengguna kendaraan umum, aku justru khawatir dengan adanya penghapusan pajak progresif ini justru kendaraan pribadi akan semakin banyak," kata Astria.

Apalagi ia bisa merasakan setiap hari ketika berangkat bekerja, kendaraan pribadi semakin padat memenuhi jalanan Cicadas ketika pergi dan pulang bekerja.

"Adanya aturan ini bisa saja membuat pengguna kendaraan umum berkurang. Saya juga jadi terpikir lebih baik beli motor bekas saja supaya lebih cepat sampai kantor," ujarnya. (muhamad syarif abdussalam/putri puspita)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved