Ceker Ayam yang Bukan Sembarang Ceker

Bagi kebanyakan orang, ceker ayam dianggap kurang memiliki nilai tambah. Di sejumlah fast food pun bagian kaki ayam banyak menjadi sampah

Istimewa
M Rasyid Rajasa, entrepreneur muda, saat berdiskusi dalam rangka kolaborasi dengan Nurman Farieka Ramdhani, owner HIRKA di bilangan Bengawan, Bandung, 15/11/2023. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Bagi kebanyakan orang, ceker ayam dianggap kurang memiliki nilai tambah. Di sejumlah fast food pun bagian kaki ayam banyak menjadi sampah. Namun tidak di tangan orang-orang kreatif. Seperti yang dilakukan Nurman Farieka Ramdhani, owner HIRKA, dimana ia berhasil meningkatkan value added ceker ayak menjadi karya seni, bahkan produk unggul. Hal itulah yang didapat M Rasyid Rajasa, entrepreneur muda, saat berdiskusi dalam rangka kolaborasi dengan Nurmandi bilangan Bengawan, Bandung, 15/11/2023.

Kedua anak muda itu saling menggali ide kreatif yang bisa dijalankan bersama. Nurman dikenal sebagai inovator muda, dan pernah menjadi juara di INACRAFT Youth Preneur Award. Ia sejak 2017 mengembangkan produk berbahan dasar kulit ceker ayam. Outputnya mulai dari sepatu, ikat pinggang, dompet, hingga accessories.“Saya kira apa yang dilakukan Kang Nurman sangat menginspirasi, dimana ia mendorong inovasi yang tidak biasa. Saya lihat sepatu dari kulit ayam yang saya coba tadi juga sangat berkelas”, ulas Rasyid.

Disinggung mengenai inspirasi menjadikan kulit ayam sebagai bahan baku, Nurman mengaku bahwa ia tertarik dengan hal-hal baru. Awalnya tak mudah mengaplikasikan kulit ceker ayam menjadi sepatu. Banyak kendala, terutama kekuatan kulit ayam yang mudah sobek. “Dengan treatment khusus, akhirnya saya dan tim bisa membuat sepatu dari bahan dasar kulit ceker ayam”, kata Nurman.

Kesulitan berikutnya adalah, bagaimana menyatukan puzzle kulit ayam dalam pola sepatu atau produk lainnya. Untuk hal ini, ia sampai membuat lem sendiri dengan standar khusus, karena lem yang beredar di pasar tidak kompatibel dengan kulit ayam.

M Rasyid Rajasa kolaborasi dengan Nurman Farieka Ramdhani, owner HIRKA
M Rasyid Rajasa, entrepreneur muda, saat berdiskusi dalam rangka kolaborasi dengan Nurman Farieka Ramdhani, owner HIRKA di bilangan Bengawan, Bandung, 15/11/2023.

“Awalnya kita coba menggunakan lem yang umum di market, namun hasilnya tidak maksimal. Akhirnya kita riset dan menemukan lem khusus yang kami buat sendiri”, tambah Nurman. Secara keseluruhan, pria yang suka tampil casual itu memerlukan waktu selama 4 tahun untuk riset, sebelum meluncurkan produk perdana-nya. Rasyid yang memiliki bisnis UMKM peternakan ayam tertarik untuk berkolaborasi dengan Nurman.

Ia menjelaskan bahwa kesinambungan suppy chain menjadi kunci agar bisnis UMKM bisa sustain. “Kebetulan saya memiliki peternakan ayam kecil, sehingga mungkin saja di waktu-waktu mendatang bisa bekerjasama, karena produk Kang Nurman berbahan dasar kulit ayam”, tambahnya.

Saat ini HIRKA terus menyempurnakanbusiness model yang cocok, dimana produknya yang handmade tidak selalu bisa masuk dalam skema retail dan mass product dengan harga murah. “Potensi mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga cukup banyak, namun saya harus pilih-pilih, karena semua ada resikonya. Sejauh ini fokus HIRKA ke B to B dulu, dimana market jenis ini lebih menghargai value produk, tidak hanya harga murah”, imbuh Nurman. Terkait hal tersebut, Rasyid membuka opsi untuk bekerjasama, dengan terlebih dahulu melakukan kajian oleh masing-masing pihak. “Prinsipnya saya sangat tertarin dengan inovasi-inovasi yang dilakukan kita-kita, para milenial”, tambah Rasyid.

Disinggung impiannya ke depan terkait HIRKA, Nurman berambisi produknya bisa sekelas Luis Vuitton. Sebuah sikap optimis anak muda yang patut didukung.***

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved