Cerita Saadah Sarjana Asal Sumedang yang Tak Malu Jualan Bubur Ayam, Lanjutkan Bisnis Orang Tua
Saadah Fatimiyah (23) mungkin perwujudan dari perkataan penulis Pidi Baiq tentang sarjana jualan tahu.
Penulis: Kiki Andriana | Editor: Giri
Laporan Kontributor TribunJabar.id Sumedang, Kiki Andriana
TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Saadah Fatimiyah (23) mungkin perwujudan dari perkataan penulis Pidi Baiq tentang sarjana jualan tahu.
Menurut Pidi, jangan pernah malu menjadi sarjana jualan tahu. Logikanya di balik saja, rasa malu itu hilang: nih saya tukang tahu tapi sarjana.
Maka, berjualan bubur ayam di sekitar alun-alun Tanjungsari bersama ibunya, Siti Nurhawati (56), tak pernah membuat Saadah malu.
Bukan saja sekarang setelah lulus kuliah Saadah membantu jualan bubur, namun dia sudah melakukannya sejak lulus SD.
"Ibu saya sudah jualan bubur sekitar 35 tahun di sini. Saya bantu. Waktu masih sekolah SD hingga kuliah juga saya bantu. Sebelum pergi, maupun sepulang kuliah," kata lulusan baru Universitas Winayamukti ini, Rabu (8/11/2023).
Gerobak bubur yang digunakan Saadah berjualan ada di seberang Puskesmas Tanjungsari.
Gerobaknya tidak terlalu besar, namun, tampaknya rezeki ke gerobak itu mengalir deras.
Baca juga: Pemkab Sumedang Mejeng di Barcelona, Jadi Peserta Smart City Expo Wakili Indonesia
Sehari, paling tidak bisa habis 100 porsi dengan harga satu porsi Rp10 ribu.
Jika ditambah toping hati-ampela, harga seporsinya jadi Rp15 ribu.
Setiap subuh, dari rumahnya di Dusun Awilega RT 06/RW05, Desa Jatisari, Kecamatan Tanjungsari, ibu dan ayah Saadah, Endang Haliman (65), bergegas lebih dulu ke lapak berjualannya. Saadah datang kemudian.
Setelah lulus kuliah, Saadah yang 13 bersaudara ini lebih memilih fokus berjualan bubur, dibandingkan mencari kerja yang pekerjaannya sesuai dengan bidang ilmu yang dikuasainya.
"Lebih baik meneruskan yang sudah ada, dan inginnya memang ini," kata Saadah.
Siti Nurhawati (56), ibunda Saadah, mengatakan, dia sudah berjualan bubur di Alun-alun Tanjungsari sejak tahun 1986.
Dengan bubur itu, dia bisa menyekolahkan anak-anaknya, bahkan enam di antaranya lulus sebagai sarjana.
"Saadah adalah sarjana keenam di keluarga kami. Alhamdulillah. Bubur memang uangnya tidak seberapa, tetapi mungkin ini yang dinamakan berkah," katanya.
Siti mengenang bagaimana anak-anaknya diberi bekal sekolah dengan menunggu hasil penjualan bubur pagi hari.
"Bekalnya (uang) juga dadakan," kata Siti sedikit tertawa.
Baca juga: MKMK Dibilang Setengah-Setengah Beri Sanksi Anwar Usman, Publik di Sumedang: Pecat Sebagai Hakim!
Jika akhir pekan, lapak bubur Siti ramai.
Omzetnya bisa mencapai Rp 1,5 juta.
Namun di hari-hari biasa, penghasilan itu hanya cukup buat belanja kembali bahan-bahan bubur.
"Ya, untuk saat-saat ini, kami hanya sampai bisa makan saja dari usaha ini, belum lebih," katanya.
Dia berharap pemerintah dapat segera menstabilkan harga beras. Sebab, kenaikan harga beras ini sangat berdampak kepada usahanya.
"Menggunakan beras yang harganya Rp15 ribu per kilogram. Harganya terus naik, namun saya tidak menaikkan harga jual bubur. Mudah-mudahan pemerintah segera menstabilkan harga beras, " ucapnya. (*)
Penataan Jatinangor hingga Jalan Ambles Surian Jadi Usulan Bupati Sumedang ke KDM |
![]() |
---|
Wabup Fajar Aldila Lepas Ekspor Jaring Sabut Kelapa Kreasi Warga Binaan Lapas Kelas II B Sumedang |
![]() |
---|
Sinergi Kemenkum Jabar dan Plaza Asia Sumedang: Siap Lindungi Produk UMKM Lewat Sertifikasi KI |
![]() |
---|
Pastikan Kepatuhan, Kemenkum Jabar Turun Langsung Periksa Protokol Notaris di Sumedang |
![]() |
---|
Puluhan Anggota Satpol PP Pukul Mundur Perusuh di IPDN Jatinangor Sumedang, Ada Apa? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.