Polemik Larangan Penggunaan GIM untuk Acara yang Dihadiri Anies, Bey Machmudin Jelaskan Kronologinya

Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, sangat mendukung kebebasan berpendapat dan berdiskusi di ruang publik, termasuk gedung milik pemerintah.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Tribun Jabar/Muhammad Nandri Prilatama
Bacapres Anies Baswedan mengunjungi Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, Minggu (8/10/2023). Diskusi yang dihadiri Anies dilarang dilaksanakan di dalam GIM. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Penjabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, sangat mendukung kebebasan berpendapat dan berdiskusi di ruang publik, termasuk gedung milik pemerintah.

Namun, kata Bey, gedung milik pemerintah tidak boleh digunakan untuk kegiatan politik.

Larangan itu sesuai imbauan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia Nomor 766/PL.01.6-SD/05/2023 terkait Imbauan Tidak Memasang Alat Peraga Sosialisasi yang Menyerupai Alat Peraga Kampanye di Tempat Ibadah, Rumah Sakit, Gedung Pemerintah termasuk fasilitas milik TNI/Polri dan BUMN/BUMD.

Menurut Bey, Pemda Provinsi Jabar akan mengajak berbagai pihak, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk membahas dan menginventarisasi gedung-gedung mana saja yang boleh dan tidak boleh untuk kegiatan politik.

"Dan kami secara transparan akan mengumumkan gedung mana saja yang boleh dan tidak boleh," kata Bey dalam keterangan persnya di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (9/10/2023).

"Kami akan mengundang Bawaslu tidak cuma gedung yang di bawah provinsi, tapi semua gedung lain pun mana saja yang boleh dan tidak. Ini akan segera mungkin tidak lama lagi (diproses). Paling lama minggu depan sudah ada surat edaran," ucapnya.

Selain itu, Bey juga meluruskan soal pemberitaan larangan penggunaan Gedung Indonesia Menggugat yang sedianya akan digunakan oleh komunitas Change Indonesia untuk kegiatan diskusi publik.

Bey menjelaskan, pemohon pada awalnya mengajukan izin untuk diskusi.

Baca juga: Foto-foto Bacapres Anies Baswedan di Gedung Indonesia Menggugat Bandung, Diskusi di Halaman

Namun sehari menjelang acara, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar menemukan adanya alat peraga kampanye.

"Mohon dilihat secara utuh, yang pertama adalah ada pengajuan izin di situ disampaikan bahwa digunakan untuk diskusi. Kemudian teman- teman dari Disparbud melakukan konfirmasi apakah betul ini untuk diskusi? Benar. Tidak ada politik? Tidak ada," tuturnya.

"Satu hari menjelang acara, Sabtu malam, teman-teman dari Disparbud melihat ada aturan yang harus ditegakkan oleh para ASN ini. Mereka menemukan ada baliho-baliho tulisan bakal capres-cawapres dan sudah jelas bahwa aturan KPU melarang adanya pelaksanaan yang seperti kampanye sebelum kampanye," ucapnya.

Massa pendukung Anies Baswedan tetap menggelar acara diskusi meski di luar Gedung Indonesia Menggugat, Minggu (8/10/2023).
Massa pendukung Anies Baswedan tetap menggelar acara diskusi meski di luar Gedung Indonesia Menggugat, Minggu (8/10/2023). (Tribun Jabar/Muhamad Nandri Prilatama)

Karena itu, kata Bey, Pemda Provinsi Jabar melalui Disparbud Jabar memberikan konfirmasi ulang kepada pemohon bahwa izin penggunaan Gedung Indonesia Menggugat dicabut.

"Pemohon meminta maaf karena ada kesalahan dan disampaikan bahwa berarti izin kami cabut. Dan di situ, pemohon mengerti, tapi besoknya Polresta Bandung berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat menyampaikan bahwa peserta acara sudah menuju Gedung Indonesia Menggugat, dan Disparbud melalui Kepala Disparbud mengambil kebijakan memberikan izin tapi hanya di halaman," tuturnya.

Acara yang tak bisa dilaksanakan di dalam GIM adalah diskusi bertajuk Demi Ibu Pertiwi: Saatnya Perubahan yang dihadiri Anies Baswedan.

Rencananya, acara itu digelar Change Indonesia --komunitas aktivis pro-demokrasi dan pergerakan mahasiswa-- di dalam Gedung Indonesia Menggugat, Minggu (8/10/2023) pagi.

Baca juga: Anies Baswedan Tanggapi Hasil Survei Selalu Paling Bawah: Kami Hormati, Mereka Perlu Mencari Nafkah

Diskusi sebenarnya telah mengantongi izin secara tertulis dari pengelola tempat, yakni UPTD Pengelolaan Taman Budaya Jabar di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jabar, beberapa hari sebelumnya. Gedung Indonesia Menggugat memang selama ini sering digunakan masyarakat sebagai tempat diskusi untuk isu-isu politik kebangsaan sesuai fitrah dari tempat itu.

Lantaran telah mendapat izin tertulis, beragam persiapan telah dilakukan panitia agar berjalan lancar.

Tapi, pada Sabtu (7/10/2023) sekitar pukul 23.00 WIB, seorang pegawai dari Disparbud Jabar menyampaikan secara lisan ke panitia kalau acara diskusi di dalam GIM dibatalkan.

Pemberitahuan pembatalan itu disampaikan tanpa surat tertulis dan hanya disampaikan secara verbal hanya beberapa jam menjelang pelaksanaan acara.

Ketua BaleAmin Jabar, Maman Imanulhaq, menanggapi bahwa apa yang terjadi sebagai preseden buruk dalam tata kelola kegiatan acara di ruang-ruang publik yang dimiliki pemerintah.

"Gedung Indonesia Menggugat selayaknya sebagai situs bersejarah adalah ruang publik. Di mana publik bisa melakukan kegiatan, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin oleh konstitusi," ujarnya.

Pembatalan sepihak ini, ucapnya, jelas menyakiti perjuangan para aktivis prodemokrasi, karena pada dasarnya acara-acara diskusi kebangsaan ini telah dijamin oleh konstitusi.

"Hanya karena yang datang kebetulan adalah salah satu capres yang diminta berpendapat soal perubahan bangsa saat ini, sepertinya ada yang merasa tidak nyaman dengan kehadiran sosok capres pengusung perubahan ini," katanya.

Baca juga: Anies Baswedan Disambut Baliho Bacapres Lain di Cililin, Minta Pendukungnya Jangan Ikuti: Kita PD

Padahal, menurut Maman, GIM merupakan gedung yang memiliki nilai sejarah sangat penting. Soekarno dan para pemuda PNI (Partai Nasional Indonesia) diadili di Landaraad Bandung pada 1930. 

Upaya pembatalan yang dilakukan oleh oknum pegawai Disparbud Provinsi Jawa Barat ini, bukanlah keputusan resmi. Dengan begitu, panitia pun tetap akan menggelar acara sesuai rencana, meski hanya di luar.

Upaya pembatalan sepihak ini, katanya, jelas-jelas merupakan tindakan menghalang-halangi, represif, dan tidak berkeadilan kepada salah satu pilihan rakyat dalam menyampaikan aspirasi politik.

Maman menilai, penurunan indeks demokrasi di Indonesia terbukti benar, dan Jawa Barat dalam hal ini Pemerintah Daerah Jawa Barat merupakan aktor utama pencederaan nilai-nilai demokrasi dan bersikap sewenang-wenang dalam pilihan politik rakyat di Indonesia saat ini.

"Mestinya pihak Pemprov Jabar dapat bersikap adil, netral dalam situasi politik yang berkembang saat ini. Terlebih di waktu yang sama dan juga di fasilitas yang sama-sama dimiliki oleh Pemprov Jabar, yaitu Gedung Youth Center Kompleks Sarana Olahraga (SOR) Arcamanik, salah satu partai menggelar kegiatan yang dihadiri oleh ketua umum partai politik tersebut," katanya.

Selain SOR Arcamanik, Gedung Merdeka yang juga dimiliki dan dikelola pemerintah, pada beberapa bulan yang lalu juga digunakan oleh salah satu partai bahkan untuk acara poltik dan bahkan dihadiri oleh Gubernur Jabar saat itu.

Demikian pula, Lapangan Tegalega, Monumen Perjuangan Jawa Barat, bahkan Jalan Diponegoro di depan Gedung Sate kerap ditutup digunakan kegiatan-kegiatan politik. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved