Bulan Bung Karno 2023
Hari Ini 53 Tahun Silam, Bung Karno Wafat, Dimakamkan di Blitar Atas Perintah Rezim Orde Baru
Presiden Pertama RI yang kerap dijuluki Bung Besar itu mengembuskan napas terakhirnya pada usia 69 tahun akibat sakit ginjal yang dideritanya
Penulis: Adityas Annas Azhari | Editor: Adityas Annas Azhari
JUNI adalah bulan istimewa bagi bangsa ini. Bagaimana tidak, dari tujuh Presiden Republik Indonesia, empat orang di antaranya lahir pada bulan Juni yaitu Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, dan Joko Widodo.
Dari keempat presiden itu, Soekarno, sang Proklamator Kemerdekaan RI, lahir dan wafat di bulan Juni. Karena itu Juni diperingati sebagai Bulan Bung Karno.
Soekarno yang lahir di Surabaya pada 6 Juni 1901 itu wafat pada 21 Juni 1970 di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.

Presiden Pertama RI yang kerap dijuluki Bung Besar itu mengembuskan napas terakhirnya pada usia 69 tahun akibat sakit ginjal yang dideritanya. Sebelumnya Pemimpin Besar Revolusi itu sempat mendapat perawatan di Wina, Austria pada 1961 dan 1964.
Dikutip dari harian Kompas edisi 22 Juni 1970, Bung Karno sudah tidak sadarkan diri sejak pukul 03.50. Hingga akhirnya ia melewati titik nadirnya dan dinyatakan wafat pada pukul 07.00.
Di saat-saat terakhirnya itu, Bung Karno didampingi oleh anak-anaknya yakni Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Baca juga: 15 Quotes atau Kata-kata Bijak Soekarno yang Inspiratif, Peringati Hari Lahir Sang Bapak Proklamator
Masyarakat yang mengetahui kabar duka itu pun langsung berduyun-duyung berdatangan. Namun karena dilarang masuk, mereka hanya bisa menyaksikan peristiwa tersebut dari luar pagar RSPAD Gatot Soebroto.
Akhir hayat Bung Besar jauh dari hiruk pikuk politik dan kekuasaan. Sebabnya, ia tak punya lagi kekuasaan politik sejak peristiwa G30S terjadi.
Usai peristiwa berdarah itu, Soekarno kehilangan dukungan dari Angkatan Darat lantaran jenderal-jenderal mereka yang menjadi korban di tengah kian meruncingnya konflik dengan PKI.
Baca juga: Pidatonya di PBB 1960 Mengguncang Dunia, UNESCO Tetapkan Pidato Soekarno Sebagai Memory of The World
Dalam suasana politik yang chaos dan penuh ketidakpastian itu, tudingan bahwa Soekarno berada di balik peristiwa G30S PKI pun menyebar. Kian mesranya hubungan Soekarno dengan PKI saat itu menjadi salah satu faktor munculnya tudingan tersebut.
Sang proklamator yang telah ditinggal sahabatnya, Bung Hatta, semakin kehilangan legitimasi politik.
Mayjen Soeharto kala itu maju untuk mengambil alih kekosongan kursi kekuasaan. Lewat Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) ia mendapat mandat untuk menjadi pemimpin tertinggi menggantikan Bung Karno.
Bung Besar itu pun terusir dari Istana Merdeka dan Istana Bogor pada 1967. Tak hanya dipreteli kewenangannya, ia pun menjadi tahanan Orde Baru.
Sebabnya MPRS mengeluarkan Ketetapan No. XXXIII/MPRS/1967 yang isinya pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno atas segala kekuasaan pemerintah negara dan mengangkat pengemban Supersemar sebagai presiden, yakni Soeharto.
Baca juga: Sejarah Hari Ini 1 Juni 2023, Peringatan Hari Lahir Pancasila, Penjajahan hingga Pidato Ir Soekarno
Setelah tidak berkuasa, Soekarno mulanya menempati Istana Batu Tulis di Bogor, sebagai tempat penahanannya pada Desember 1967.
Namun pada 1969, Bung Karno dipindahkan ke Wisma Yaso yang sekarang menjadi Museum Satria Mandala, di Jalan Gatot Subroto No 14, Jakarta. Museum yangberadeea di tepi jalan utama ini dulunya adalah kediaman Ratna Sari Dewi, istri muda Soekarno yang berasal dari Jepang.
Hari-hari di Wisma Yaso dilalui Bung Karno penuh kesepian. Sebagai tahanan Orde Baru, dia dilarang bertemu dengan teman-temanya yang kebanyakan merupakan tokoh politik kala itu.
Baca juga: Mengenang 122 Tahun Bung Karno di Gedung Indonesia Menggugat, dari Buku Hingga Barang Peninggalan
Putri Soekarno, Sukmawati dalam wawancara kepada wartawan pernah mengatakan, ayahnya mengaku merasa sangat kesepian menjalani hari-hari penahananya di Wisma Yaso.
Banyak menteri yang masih setia kepadanya namun diciduk oleh rezim Orde Baru. Bahkan pihak keluarga yang hendak bertemu Bung Karno pun dipersulit.
Hanya Ibu Hartini yang diperbolehkan mendampingi Soekarno di rumah tahanan. "Saya hanya bisa menjenguk ketika tim investigasi dari TNI Angkatan Darat tidak datang ke rumah tananan untuk melakukan pemeriksaan," tutur Sukmawati.
Gubernur Jakarta 1966-1977, Ali Sadikin pernah menengok Soekarno di Wisma Yaso. Dia pun melihat keadaanyang menyedihkan di wisma tersebut. Ini karena kebunnya di wisma yang luas itu tidak terurus, debu pun bertebaran di dalam rumah Wisma Yaso itu.

Padahal selama ini Soekarno sangat mencintai kebersihan dan keindahan, ia tidak suka tempat tinggal yang kotor.
“ Saya menjadi amat sedih, kok tega-teganya ada yang berbuat demikian kepada beliau. Beliau pemimpin bangsa diberlakukan demikian? Saya yakin beliau amat menderita. Apakah itu disengaja? Masa ada yang berbuat sengaja begitu?” kata Ali Sadikin dalam buku Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi karya Ramadhan KH seperti dilansir dari Historia.id.
Hingga akhirnya penyakit yang menggerogoti tubuhnya kian parah, Bung Karno pun dilarikan ke RSPAD Gatot Soebroto pada 11 Juni 1970.
Baca juga: Semangat Bung Karno di Haul ke 122, PA GMNI Sebut Indonesia Berada di Jalur Tepat Menuju Negara Maju
Menjelang akhir hayatnya, Bung Hatta yang pecah kongsi dengan Soekarno pun menjenguk sahabatnya itu.
Meski keduanya kerap bertentangan secara politik hingga akhirnya Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden karena tak setuju ide Demokrasi Terpimpin Soekarno, keduanya tetap bersahabat.
Hatta bahkan pernah menggantikan posisi Bung Karno sebagai wali nikah Guntur Soekarnoputra. Saat itu Bung Karno berhalangan karena mulai sering jatuh sakit.
Baca juga: Tersinggung Ucapan Ketua PKI, Bung Karno Perintahkan Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1964
Saat itu pada 16 Juni 1970, Hatta berada di samping Soekarno yang terbujur lemas di tempat tidur di RSPAD Gatot Soebroto. Keduanya saling menanyakan kabar. Bung Hatta pun tak kuasa menahan tangis dan menggenggam erat tangan Bung Karno melihat kondisi sahabatnya kala itu.
Lima hari setelah dikunjungi Bung Hatta, pada 21 Juni 1970, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya. Bung Karno pun dimakamkan di Blitar, di dekat makam ibunya.

Dimakamkannya Bung Karno di Blitar adalah perintah Presiden Soeharto dalam Keputusan Presiden No 44 Tahun 1970 tertanggal 21 Juni 1970.
Soeharto beralasan keputusan memakamkan Bung Karno di samping makam ibunda Soekarno berdasarkan pertimbangan dari para pemimpin partai politik dan tokoh masyarakat.
Baca juga: Kiprah Bung Karno di Bandung & Lahirnya Dasar Negara, Apriyanto Wijaya: Energi Pancasila Ada Disini
Namun bagaimanapun keputusan memakamkan di Blitar itu sebenarnya mengingkari wasiat Soekarno. Karena seperti ditulis jurnalis Amerika Serikat, Cindy Adams, dalam buku Soekarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno ingin beristirahat di bawah pohon rindang, dikelilingi pemandangan indah dan berada di sebelah sungai yang memiliki air jernih.
Bapak Proklamator Indonesia itu hanya ingin keindahan negara yang dicintai dan kesederhanaan sebagaimana ia hadir. Ia berharap dimakamkan di tempat yang dingin, pegunungan daerah Priangan yang subur, di mana Bung Karno kali pertama bertemu petani bernama Marhaen. (*)
RSPAD Gatot Subroto
Guruh Soekarnoputra
Wisma Yaso
Sukmawati
Soekarno
Soeharto
Orde Baru
Bung Hatta
Ali Sadikin
Hari Terakhir Bulan Juni Diisi Haul Bung Karno di Gedung Indonesia Menggugat, Para Tokoh Hadir |
![]() |
---|
Mengenang 122 Tahun Bung Karno di Gedung Indonesia Menggugat, dari Buku Hingga Barang Peninggalan |
![]() |
---|
DPC PDIP Kota Bandung Kerahkan 300 Orang Pengurus ke GBK untuk Peringati Haul Bung Karno |
![]() |
---|
Hari Ini 122 Tahun Putra Sang Fajar Lahir, Kuliah dan Pernah Dibui di Bandung, Jadi Presiden RI |
![]() |
---|
Pidatonya di PBB 1960 Mengguncang Dunia, UNESCO Tetapkan Pidato Soekarno Sebagai Memory of The World |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.