Puluhan TKI Nyawanya Terancam, Hampir Setahun Disekap di Myanmar, Dipukuli dan Disetrum

Puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) disekap dan disiksa di Myanmar. Hingga semalam, penyekapan masih berlangsung.

Istimewa
SBMI bersama keluarga korban saat melapor ke Komnas HAM. 

TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU - Puluhan pekerja migran Indonesia (PMI) disekap dan disiksa di Myanmar. Hingga semalam, penyekapan masih berlangsung. Belum diketahui bagaimana kondisi terakhir mereka.

Kabar penyekapan dan penyiksaan ini terungkap menyusul rekaman video yang mereka buat dan berhasil mereka kirimkan pada keluarga mereka di Indonesia.

Dalam rekaman video itu puluhan TKI mengaku sudah tak kuat lagi. Mereka memohon Presiden Joko Widodo segera menyelamatkan mereka.

"Kami tidak sanggup lagi, nyawa kami terancam di sini. Mohon bantuannya segera mungkin," ujar salah satu TKI dalam rekaman video yang diterima Tribun, Minggu (2/4).

Baca juga: Upaya SBMI dan Komnas HAM Selamatkan 20 TKI yang Disekap di Myanmar, Sebut Situasi Darurat

Tak hanya memohon segera diselamatkan, para TKI juga merekam kondisi mereka di sana dalam video berdurasi 02:29 menit tersebut.

Mereka mengatakan, ada 30 TKI yang disekap di Myanmar. Tiga di antaranya dari Indramayu. Sisanya dari Jakarta, Sukabumi, Bekasi, dan Medan.

Para TKI juga mengatakan, dipaksa bekerja bahkan sampai 18 jam setiap harinya. Mereka disiksa jika melawan. Kondisi tersebut sudah berlangsung hampir setahun.

"Semua dokumen kami sengaja dihilangkan. Terakhir kami diterbangkan dari Malaysia ke Thailand. Dari Thailand jalur darat masuk ke negara Myanmar," ujar salah seorang TKI.

Baca juga: 20 TKI Disekap di Myanmar karena Jadi Korban Perdagangan Orang, Awalnya Dijanjikan di Perusahaan

Ia juga mengatakan pada awalnya bersedia karena dijanjikan bekerja di sebuah perusahaan yang legal.

"Ternyata sampai di sini kami diperdagangkan. Hak-hak kami sebagai warga negara atau manusia sudah tidak diberlakukan lagi," ujarnya.
"Kami di sini pulang pun tidak bisa. Kami mohon kepada negara Indonesia, khususnya Presiden Jokowi untuk memulangkan kami."

Disetrum

Koordinator Departemen Advokasi DPN Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Juwarih, mengatakan tengah berupaya memberikan pertolongan terhadap para TKI tersebut. Bersama keluarga korban, SBMI melaporkan kasus tersebut ke Komnas HAM pada Jumat, 31 Maret 2023.
Namun, sejauh ini, ujarnya, baru 20 TKI yang melaporkan kasus itu kepada mereka.

"Kedua puluh korban itu ditipu, diberangkatkan secara unprosedural ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand secara bertahap," ujar Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, Minggu (2/4).

Para perekrut mengiming-imingi mereka dengan gaji besar sebagai operator komputer di salah satu perusahaan bursa saham di Thailand. Mereka dijanjikan gaji Rp 8 juta hingga Rp 10 juta per bulan, dan bekerja selama 12 jam sehari.

"Mereka juga dijanjikan mendapat makan sebanyak empat kali sehari serta mendapat fasilitas tempat tinggal secara gratis," ujarnya.

Namun, faktanya, para korban ditempatkan di tempat kerja yang jauh dari kata layak. Mereka dipaksa bekerja dari pukul delapan malam hingga hingga pukul satu siang untuk mencari kontak-kontak sasaran untuk ditipu melalui website atau aplikasi Crypto sesuai dengan target perusahaan.

"Apabila tidak terlaksana, maka para korban mendapatkan hukuman kekerasan fisik seperti push-up 50 sampai 200 kali, lari lima sampai 20 kali lapangan, squat jump 50 sampai 200 kali, hingga hukuman pemukulan dan penyetruman," ujar Hariyanto.

Tak hanya itu, para TKI juga tidak digaji. Bahkan harus menombok untuk membayar denda yang ditetapkan oleh perusahaan.

Selama bekerja, para TKI dijaga ketat oleh orang-orang bersenjata dan berseragam militer di area perusahaan. Hariyanto mengatakan, para TKI ini sempat juga meminta perusahaan untuk segera memulangkan mereka ke Tanah Air.

Namun, pihak perusahaan memaksa korban untuk membayar denda sebanyak 75 ribu Yuan sehingga para korban terpaksa untuk tetap bekerja.

Salah seorang orang tua TKI mengatakan, anaknya berangkat bekerja ke luar negeri pada Oktober 2022. Saat itu, yang ia ketahui anaknya bekerja di Thailand dengan jenis pekerjaan yang baik.

Oleh karena itu ia sangat kaget dan khawatir begitu tahu bahwa anaknya berada di Myanmar. Tak hanya itu, anaknya juga bahkan kerap mendapat siksaan.

"Mereka disetrum, dipukul pakai kursi hingga berdarah. Jadi kami takut terhadap keselamatannya." (handhika rahman)

Artikel TribunJabar.id lainnya bisa disimak di GoogleNews.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved