Ada 300 Temuan Kasus Leptospirosis di Pangandaran selama 2022, 20 di Antaranya Sebabkan Kematian

Kasus Leptpsperosis yang menimpa warga yang mayoritas para petani di Kabupaten Pangandaran cukup tinggi.

Penulis: Padna | Editor: Seli Andina Miranti
shutterstock
ILUSTRASI tikus - Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran mendata, ada 20 kematian akibat penyakit Leptosperosis di daerahnya. 

Laporan Kontributor Tribunjabar.id Pangandaran, Padna

TRIBUNJABAR.ID, PANGANDARAN - Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran mendata, ada 20 kematian akibat penyakit Leptosperosis di daerahnya.

Hal tersebut disampaikan Aang Syafeurahmat selaku Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) di Dinas Kesehatan Kabupaten Pangandaran.

Kasus Leptpsperosis yang menimpa warga yang mayoritas para petani di Kabupaten Pangandaran cukup tinggi.

"Semuanya, ada 300 temuan penyakit ini, 20 di antaranya meninggal dunia," ujar Aang kepada wartawan melalui WhatsApp, Rabu (15/3/2023) siang.

Menurutnya, Kabupaten Pangandaran merupakan satu dari dua daerah yang sudah ditemukan penyakit Leptpsperosisi ini.

"Satu lagi adalah Kabupaten Tasikmalaya. Kalau daerah lain, itu baru indikasi," katanya.

Tentu, kata Ia, dalam upaya penanganan Leptpsperosis di Pangandaran bisa membuat RSUD Pandega sebagai Sentinel atau terfokus pada kegiatan leptospirosis yang harus menjadi rujukan puskesmas lain.

Selain itu, sentinel diterapkan di Puskesmas Kalipucang dan Puskesmas Cijulang. Dalam sentinel,, ada kegiatan deteksi pengobatan, pengendalian vektor virusnya.

Sebenarnya, bakteri merupakan penyebab dari penyakit tersebut sehingga untuk penyembuhannya bisa menggunakan antibiotik.

"Yang menyebabkan kematian akibat kencing tikus itu karena sudah fase sudah Weil's disease," ujarnya.

Menurutnya, adapun ciri-ciri tubuh yang sudah parah di antaranya jika sudah berwarna kuning kemudian melakukan cuci darah.

Memang, kematian di Pangandaran sangat tinggi. Tapi, pasien rata-rata datang ke Puskesmas sudah dalam kondisi parah.

"Karena, mungkin ketidaktahuan soal penyakit tersebut. Kasusnya memang jarang, membuat pengetahuan kurang," kata Aef.

Untuk menangani kasus tersebut, pihaknya sudah melakukan pengetahuan kapasitas dokter dan perawat puskesmas dan klinik yaitu mengadakan zoom meeting dengan dokter dalam.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved