Pernikahan Dini Masih Marak dan Rugikan Perempuan, Ini Pandangan Guru Besar Fakultas Hukum Unpad

Ada 11,2 persen anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun, dan 0,5 persen dari anak perempuan tersebut menikah saat usia 15 tahun

Penulis: Kiki Andriana | Editor: Adityas Annas Azhari
istimewa Humas Unpad
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Dr Sonny Dewi Judiasih MH. 

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Perbandingan mencolok terjadi dalam peristiwa pernikahan anak di Indonesia. Jika anak laki-laki menikah maka perbandingannya 1:100, tetapi perbandingan anak perempuan lebih besar, yakni 1:9. 

Fakta ini masih terjadi di Indonesia, bahkan saat perempuan di dunia merayakan Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap 8 Maret, untuk menghargai perjuangan perempuan atas hak-hak mereka. 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Dr Sonny Dewi Judiasih, M.H. mengatakan bahkan menurut Lembaga Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unicef), pernikahan anak di Indonesia terbanyak ke-8 di Dunia, dan terbanyak ke-2 di Asia Tenggara. 

Ilustrasi pernikahan
Ilustrasi pernikahan ()

"Unicef mencatat, Indonesia berada pada peringkat ke-8 di Dunia tertinggi dengan angka absolut pengantin anak sebesar 1.459.000 kasus," kata Sonny dalam siaran yang diterima TribunJabar.id, Kamis (9/3/2023).   

Secara nasional, terdapat 11,2 persen anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun, dan 0,5 persen dari anak perempuan tersebut menikah saat mereka berusia 15 tahun.

Sonny mengatakan praktik perkawinan di bawah umur di Indonesia disebabkan berbagai hal. Mulai dari pengaruh adat, kebiasaan masyarakat, agama, faktor ekonomi, pendidikan rendah, hingga pergaulan remaja yang menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. 

Baca juga: Di Sumedang, Mereka yang Putus Sekolah karena Pernikahan Dini Bisa Lanjutkan Pendidikan

Pernikahan dini itu menimbulkan dampak tak sedikit. Di antaranya psikologis, kesehatan, dan pendidikan yang terganggu. 

"Dampak pendidikan, perempuan yang melakukan pernikahan di bawah umur akan kehilangan motivasi untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal lain disebabkan, anak tersebut terlalu sibuk mengurus rumah tangga sehingga mengesampingkan pendidikannya,” ujarnya. 

Baca juga: Pernikahan Dini di Jawa Barat Meningkat, Satu di Antara Penyebabnya Kehamilan di Luar Nikah

Secara psikologis, anak di bawah umur juga dianggap belum memiliki emosi dan kematangan berpikir yang stabil. Hal ini akan memicu lahirnya masalah yang akan mengganggu keharmonisan rumah tangga dan memicu stres pada anak perempuan.

"Dalam sisi kesehatan, kehamilan di usia muda akan menyebabkan dampak yang buruk bagi kandungannya berupa infeksi pada kandungan. Risiko kematian ibu dan bayi mengintai anak-anak ketika ia harus hamil atau melahirkan di bawah usia 19 tahun," katanya.

Baca juga: Video Viral Pernikahan Dini Pelajar SMP 12 Tahun dan 15 Tahun di Bulukumba, Diminta Lakukan Hal Ini

Di Indonesia ada batas usia pernikahan. Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 telah menetapkan batas usia melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Syarat usia perkawinan tersebut kemudian direvisi menjadi 19 tahun bagi lak-laki dan perempuan. 

Bagi yang akan melangsungkan pernikahan di bawah umur yang ditetapkan, wajib mengajukan dispensasi ke pengadilan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Hal ini sebagai filter. Oleh KUA, pasangan yang belum matang tentu akan diberi penjelasan untuk tidak melakukan pernikahan. 

Baca juga: Begini Upaya Menekan Angka Pernikahan Dini yang Masih Tinggi di Jabar, Harus Jadi Perhatian

Namun, masyarakat banyak yang mencari alternatif dengan melakukan pernikahan siri.  “Ini yang berbahaya. Fungsi dispensasi kawin adalah menyelamatkan anak dari kemudaratan yang lebih besar. Maka di sini perlu penguatan peran orang tua dalam mencegah praktik tersebut,” katanya. (*)

 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved