Buku Kisah Seorang Jenderal Idealis H R Dharsono, Dari Jadi Pangdam dan Duta Besar Hingga Dipenjara

Buku "Kisah Seorang Jenderal Idealis H.R. Dharsono" berisikan perjalanan Jenderal HR Dharsono dari jadi Pangdam dan duta besar hingga dipenjara

Editor: Siti Fatimah
istimewa
Peluncuran buku Kisah Seorang Jenderal Idealis H R Dharsono 

Jenderal H.R. Dharsono dan teman-teman mudanya mengagas perombakan struktur politik dan kepartaian melalui konsep dwi grup yang mengerucut sebagai dwi partai.

Memiliki kepentingan yang berbeda demi kekuasaannya sendiri Soeharto dan sejumlah jenderal di lingkarannya menolak dan bergerak mengandaskan gerakan pembaruan itu.

Dimulai dengan semacam exile bagi Jenderal H.R. Dharsono dengan penugasan baru jauh dari tanah air, menjadi dutabesar di Thailand, Kamboja serta tugas perdamaian di Vietnam.

Senasib dengan H.R. Dharsono, dua jenderal idealis lainnya, Sarwo Edhie Wibowo dan Kemal Idris, pada sekitar waktu yang sama juga ditugaskan jauh dari Jakarta untuk beberapa tahun lamanya.

3. Jenderal H R Dharsono di Penjara

Dan semua ini ada tali temalinya dengan rivalitas yang subjektif di tubuh kekuasaan, antara lain karena kekuatiran akan kemungkinan
munculnya matahari baru dalam kekuasaan.

Merupakan suatu ironi, untuk tidak menyebutnya tragedi, bahwa orang- orang yang punya integritas seperti Jenderal H.R. Dharsono yang adalah pembawa gagasan yang sekaligus bersikap krisis terhadap ketidakbenaran dalam praktek kekuasaan, justru diberi akhir tragis.

Dipenjarakan melalui skenario fitnah dan konspirasi oleh sejumlah orang di lingkaran kekuasaan Soeharto.

Sudah pasti dengan sepengetahuan Soeharto sendiri.

Memang setelah lepas dari tugas-tugas dalam pemerintahan, H.R. Dharsono yang dari awal sejak masih dalam kekuasaan bersikap kritis, ternyata tetap kritis saat berada di luar kekuasaan.

Ia antara lain mengkritisi penyimpangan rekan-rekan militernya terhadap Dwi Fungsi ABRI yang sebenarnya adalah sebuah konsep ideal untuk membantu tegaknya pemerintahan sipil yang kuat.

Ia juga mengkritisi disimpangkannya konsep Orde Baru dari sebuah sistem yang ideal menjadi praktek kekuasaan yang dijalankan secara buruk.

Ia juga mengkritik berbagai praktek korupsi dan kolusi dalam tubuh kekuasaan serta meningkatnya sikap represif penguasa militer, antara lain dalam Peristiwa Tanjungpriok September 1984.

Karena kritik dan tuntutannya agar peristiwa berdarah ini diperjelas, ia kemudian digiring ke dalam sebuah jebakan konspiratif dan berakhir dengan tuduhan subversi yang berujung pada pemenjaraan.

Dalam buku ini juga akan ditemukan sejumlah nama penting yang pernah berada dalam kekuasaan seperti Jenderal M. Jusuf, Jenderal Ali Moertopo, Jenderal Sutopo Juwono, Jenderal Soemitro, Laksamana Soedomo, Jenderal Yoga Sugama,

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved