Kasus Ferdy Sambo

Ahli Hukum Sebut Ferdy Sambo Tak Bisa Dipidana, Kesalahan Ditanggung Bharada E?

Pernyataan itu diungkapkan saat Said menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,

Editor: Ravianto
Kolase Kompas TV
Ferdy Sambo tertunduk saat mendengarkan pernyataan saksi ahli ungkap CCTV saat Brigadir J masih hidup 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Hassanudin, Said Karim menyebut Ferdy Sambo tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Hal ini merujuk atas singgungan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah soal perintah 'hajar' yang diklaim disalahartikan oleh Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dengan menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Pernyataan itu diungkapkan saat ahli hukum pidana Said Karim menjadi saksi meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

"Bagaimana kalau dalam sebuah situasi pihak yang menganjurkan atau penganjur ini sebenernya anjurannya berbeda dengan yang dilaksanakan, pelaksana miss interpretasi atau miss persepsi dalam menerima anjuran dari pihak penganjur, misalnya yang dianjurkan adalah 'hajar' tetapi yang dilakukan adalah menembak sehingga mengakibatkan matinya seseorang, mohon saudara ahli jelaskan?" tanya Febri kepada Said Karim.

"Dalam situasi penganjur menganjurkan untuk melakukan sesuatu perbuatan, katakanlah dia menganjurkan untuk memukul ya, tapi ternyata kemudian karena yang bersangkutan yang disuruh itu pelaku peserta memiliki senjata api dia tidak memukul malah langsung dia tembak, dia tembak lagi biasanya kan orang menembak berkualifikasi mulai dari kaki, dia akan menembak langsung ke daerah yang mematikan," jawab Said.

"Tapi dia langsung menembak pada bagian yang sangat berbahaya bagi kehidupan umat manusia, mungkin daerah perut atau jantung dan memang sasaran mematikan," sambung Said.

Menurut Said, konsekuensi hukum soal adanya perbedaan tindakan untuk perintah yang disalahartikan oleh orang yang diberi perintah, maka pemberi perintah dalam hal ini tidak bisa dipidana.

"Jadi dalam hal yang seperti ini menurut pengetahuan hukum yang saya pahami, penganjur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap perbuatan yang tidak dia anjurkan, tidak bisa," ungkap Said.

Selanjutnya, Said menerangkan pertanggungjawaban itu hanya bisa diberikan kepada penerima perintah yang mensalahartikan perintah tersebut.

"Jadi kalau toh misalnya pelaku peserta melakukan itu dia salah tafsir atau melampaui batas yang dianjurkan maka kalau ada akibat yang muncul atau resiko hukum yang muncul itu adalah tanggungjawab orang sebagai pelaku peserta yang melakukannya yang menerima anjuran tersebut," tuturnya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved