Sejumlah Pakar Termasuk dari ITB dan UI Sepakat Pelabelan BPA Galon Guna Ulang Tidak Diperlukan
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kandungan BPA dalam air minum yang menggunakan kemasan polikarbonat masih berada dalam batas aman BPOM.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Sejumlah pakar lintas universitas dan lintas keilmuan yang terdiri dari pakar kesehatan, polimer, persaingan usaha, dan kebijakan publik sepakat menolak wacana kebijakan pelabelan Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang yang kini gencar disosialisasikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penolakan ini tercetus dalam sebuah diskusi media bertajuk ‘Polemik Pelabelan BPA AMDK Galon’ yang diselenggarakan Orbit Indonesia di Jakarta, Kamis (1/12/2022).
Salah satu pembicara dalam diskusi ini adalah Pakar Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB) Ir Akhmad Zainal Abidin, MSc, PhD.
Menurutnya, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa kandungan BPA dalam air minum yang menggunakan kemasan polikarbonat masih berada dalam batas aman BPOM. Karena itulah jenis galon ini aman digunakan oleh masyarakat selama puluhan tahun.
Baca juga: Dosen hingga Peneliti ITB Kembangkan Timbangan Digital Berbasis IOT untuk Bantu Peternak
Baca juga: Airlangga Minta Universitas Indonesia Bisa Lahirkan Tenaga Kesehatan yang Kuasai Teknologi Digital
“Mengapa begitu? Karena memang dari tes-tes yang kami tahu, BPA yang ada di dalam air akibat menggunakan polikarbonat itu rendah dan masih jauh dari batas aman BPOM. Jadi, wajar kalau memang tidak ada masalah yang muncul seperti kematian atau orang sakit karena galon polikarbonat,” ujar Akhmad.
Ia pun menjelaskan bahwa BPA memang dibuat untuk bahan baku polikarbonat dan aman digunakan untuk AMDK.
“Jadi, sifatnya BPA itu sebagai sisa dari bahan baku yang belum bereaksi menjadi polikarbonat,” kata Akhmad.
“Yang sisa ini juga jumlahnya tidak banyak, apalagi selama proses itu dilakukan juga pembersihan BPA. Misalnya dengan teknik steaming, biji plastiknya disteam terlebih dahulu, sehingga nanti BPA yang tersisa dalam polikarbonat itu bisa hilang atau berkurang sehingga jadi food grade,” ujar Akhmad Zainal.
Lebih lanjut, Akhmad berpendapat bahwa pola lama yang mengharuskan menempelkan logo BPOM saja sudahlah cukup dan telah memenuhi seluruh persyaratan BPOM. Karenanya, Akhmad Zainal menilai wacana kebijakan pelabelan BPA oleh BPOM terhadap galon guna ulang polikarbonat merupakan hal yang berlebihan.
“Kalau mau dilabeli semua, mungkin dirasa lebih adil. Tapi kalau hanya satu jenis yang dilabeli dan lainnya tidak, ya tidak adil. Apalagi melabeli bahan yang tidak menggunakan BPA dengan label BPA Free, sedangkan etilen glikolnya tidak dilabeli,” ungkapnya.
Baca juga: Kepala BPOM Ingin Pastikan Obat-obatan untuk Korban Gempa Cianjur Layak, Obat Sirup Turut Dipantau
Pakar Kesehatan Masyarakat UHAMKA dan Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dr Hermawan Saputra, SKM, MARS, CICS mengungkapkan hal serupa.
Ia mengatakan labelisasi BPA itu perlu menjadi suatu keharusan jika memang sudah evidence based, yang berarti ada bukti bahwa air minum dalam kemasan (AMDK) galon guna ulang itu sudah mengganggu aspek kesehatan.
“Kalau belum ada bukti, seharusnya BPOM tidak perlu membuat panik masyarakat dengan adanya kebijakan yang bisa pro bisa kontra, dan bisa jadi akan mengganggu iklim persaingan usaha dan membuat kegamangan masyarakat itu sendiri,” ujarnya.
Tak jauh berbeda, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Dr Ningrum Natasya Sirait dalam memberikan pandangannya.
Ia mengatakan bahwa BPOM tidak seharusnya lebih membebani masyarakat dengan hal-hal seperti wacana pelabelan BPA galon guna ulang tanpa adanya bukti ilmiah terkait kandungan BPA dalam AMDK.
Baca juga: Tak Kompak, Beda dengan BPOM, Kemenkes Tegaskan Baru 156 Obat Sirup Aman Dikonsumsi, Ini Daftarnya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/galon-air-galon-aqua-galon_20170824_142322.jpg)