Gempa Bumi di Cianjur
Cerita Warga Lihat Lereng Gunung Pangrango Longsor, Satu Kampung Tak Ada yang Terluka
Tidak ada korban jiwa maupun luka di kampung ini. Kerusakan rumah pun hanya rusak ringan sampai sedang saat gempa terjadi.
Penulis: Ferri Amiril Mukminin | Editor: Ravianto
TRIBUNJABAR.ID, CIANJUR - KAMPUNG Pasir Malang terletak paling ujung dari Desa Galudra, dan termasuk wilayah yang hingga saat ini hanya bisa ditempuh berjalan kaki atau menggunakan roda dua.
Jarak 1,5 kilometer jalan setapak ekstrem melewati lembah dan bukit menjadi akses masuk ke Kampung Pasir Malang yang merupakan titik tertinggi di Kecamatan Cugenang.
Akses tersebut hanya bisa dilewati dari jalan Desa Galudra.
Penduduknya satu RT berjumlah 750 jiwa. Mata pencaharian penduduk berkebun sayuran hortikultura. Lokasi rumahnya berdempetan dengan gang kecil.
Ada 31 tenda pengungsi gempa Cianjur di kampung ini dengan satu tenda agak besar yang digunakan untuk posko logistik, siang hari dan malam hari digunakan anak-anak untuk mengaji.
Tidak ada korban jiwa maupun luka di kampung ini. Kerusakan rumah pun hanya rusak ringan sampai sedang saat gempa terjadi.

Padahal sudah jarang sekali rumah kayu dan bambu di kampung ini.
Namun, akses jalan menuju kampung tersebut yang hanya jalan setapak, sempat tertutup longsoran tebing dan rumpun bambu.
Alhasil selama dua hari warga pun sempat mengalami kekurangan logistik karena belum ada bantuan yang bisa masuk.
Baca juga: Pemkab Cianjur Targetkan Rumah Korban Gempa Selesai Dibangun Akhir Desember, Januari Bisa Ditinggali
Cerita satu bungkus mi instan dibagi untuk dua keluarga pun kembali dibuka warga.
Tak hanya itu, satu keluarga juga dibagi beras satu gelas setiap harinya. Bantuan baru masuk di hari keempat setelah warga swadaya bergotong-royong menyingkirkan material longsoran.
"Tenda darurat pun dibuat dari plastik persemaian sayuran di hari pertama," ujar Muksin (36) tokoh masyarakat Kampung Pasir Malang, ditemui Rabu (30/11/2022) sore.
Muksin mengatakan, satu bungkus mi dibagi untuk dua keluarga disiasati warga dengan menambah air yang banyak dan sayuran agar cukup untuk dua keluarga.
"Kebetulan saat gempa terjadi warga masih mempunyai stok sayuran hingga satu bungkus mi itu dimasak dengan air banyak dibanyakin sayuran dan lainnya agar cukup," ujar Muksin.
Beras yang ada dua karung dibagi rata dan satu keluarga mendapat jatah satu gelas beras setiap harinya.
"Ada 31 posko tenda darurat di sini, agar merata warga selalu dibagi rata setiap stok yang ada, termasuk di hari pertama saat belum ada stok," katanya.
Termasuk saat bantuan mulai masuk. Posko utama yang menyimpan bantuan didirikan di pinggir kampung diupayakan untuk berhemat dalam pemakaian logistik.
"Kami tidak tahu harus berapa lama lagi tinggal di tenda, jadi kami selalu berhemat dalam menggunakan bantuan logistik yang datang," katanya.
Tenda yang digunakan mengaji anak-anak malam hari cukup besar, pada siang hari tenda tersebut digunakan kaum bapa untuk berkumpul.
Muksin mengatakan, sebagain besar warga kampung sedang berada di lembah dan lereng bukit saat gempa terjadi. Jadi mereka tak mengetahui genting rumahnya pada berjatuhan.
Namun beberapa warga yang sedang berada di kebun sempat melihat pergerakan tanah diikuti suara gemuruh yang datang dari lereng Gunung Gede Pangrango menuju ke bawah arah Cugenang.
"Warga yang berada di kebun terperanjat mendengar suara gemuruh datang dari lereng gunung, suara gemuruh itu diikuti dengan tanah yang bergerak-gerak dari atas lereng gunung menuju ke bawah arah Cugenang dan Cianjur kota," ujar Muksin.
Muksin mengatakan trauma warga berlanjut saat gempa susulan terus terjadi, makanya hingga saat ini meski tak ada korban namun gempa susulan selalu dirasakan cukup keras oleh warga Pasir Malang.
"Di tenda warga merasa aman, di sini kami terapkan kekeluargaan dan pemerataan pembagian setiap ada bantuan," katanya.
Keramahan warga Kampung Pasirmalang terlihat karena setiap ada tamu yang datang warga dengan sukarela mengawal maupun mengantar melewati jalur ekstrem untuk masuk maupun keluar kampung.
Hujan deras turun menjelang petang, warga kembali menyeduh kopi dan melanjutkan obrolan ringan sebagai hiburan rutin di sore hari.(fam)