Telusur Aliran Dana Gubernur Papua Lukas Enembe, Transaksi Tunai di Kasino di Singapura Rp 560 M
Lukas Enembe disebut pernah melakukan setoran tunai di kasino di Singapura yang nilainya fantastis, mencapai ratusan miliar rupiah
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Nama Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi sorotan usai kini terlibat kasus korupsi.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahkan menemukan fakta mencengangkan terkait analisis keuangan Lukas Enembe.
Lukas Enembe disebut pernah melakukan setoran tunai di kasino di Singapura.
Baca juga: KPK Sebut Lukas Enembe Punya Penghubung dengan Kasino Judi di Singapura, Identitasnya Dikantongi
Jumlah setoran tunai yang dilakukan di kasino tersebut bernilai fantastis, yaitu 55 juta Dolar Singapura atau setara Rp 560 miliar.
Dilansir dari Kompas, Selasa (20/9/2022), PPATK sejak lima tahun lalu sudah menyampaikan hasil analisis sebanyak 12 kali kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait keuangan Gubernur Papua tersebut.
Kasusnya sendiri bervariasi, yaitu setoran tunai dan setoran ke pihak lain, dari Rp 1 miliar sampai ratusan miliar rupiah.
Salah satu hasil analisis itu adalah terkait dengan transaksi setoran tunai yang diduga dilakukan Lukas Enembe di kasino judi senilai 55 juta dollar (Singapura) atau Rp 560 miliar.
Dugaan aliran dana dari Lukas Enembe itu merupakan setoran tunai dilakukan dalam periode tertentu. Selain itu, Lukas juga disebut melakukan setoran tunai 5 juta dollar Singapura.
Setoran tunai tersebut, di antaranya, digunakan untuk pembelian perhiasan dan jam tangan dengan harga 55.000 dollar Singapura atau senilai dengan Rp 550 juta.
PPATK juga sudah melakukan pembekuan dan penghentian transaksi kepada 11 jasa keuangan, seperti asuransi dan bank.
Nilai transaksi yang dibekukan Rp 71 miliar lebih. Mayoritas transaksi tersebut dilakukan oleh anak Lukas.
Baca juga: Gubernur Papua Lukas Enembe Dicegah ke Luar Negeri, Kuasa Hukum Akan Bersurat ke Presiden Jokowi
Sepertiga dana otsus Papua
Angka dugaan setoran uang dari Lukas Enembe hingga mencapai Rp 560 miliar bisa dibilang merupakan angka yang sangat fantastis.
Nilai tersebut setara sepertiga dana otonomi khusus atau dana otsus yang diterima Provinsi Papua di tahun 2022 yakni sebesar Rp 1,58 triliun.
Dikutip dari laman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, pada tahun ini Provinsi Papua menerima data otonomi sebesar 2,211 triliun.
Dana otonomi ini meliputi dana otsus Rp 1,58 triliun, specific grants atau Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 963,9 miliar, dan block grant atau Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 616,9 miliar.
Baca juga: Fakta Gubernur Papua Lukas Enembe Ditetapkan sebagai Tersangka oleh KPK, Pernah Ditegur Mendagri
Mengenal dana otsus Papua
Otonomi Khusus Papua sudah berjalan lebih dari 20 tahun setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Guna mempercepat peningkatan derajat kesejahteraan dan pembangunan ekonomi masyarakat di Papua dan Papua Barat, pemerintah mengucurkan dana otonomi khusus atau dana otsus.
Dana otsus adalah dana bantuan hibah pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi tertentu. Dana otsus diberikan pemerintah pusat sebagai konsekuensi status otonomi khusus.
Pasca-reformasi, saat ini ada 3 daerah provinsi dengan status otonomi khusus yakni Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Aceh.
Dana bantuan hibah yang diberikan pemerintah pusat juga berupa dana keistimewaan untuk DI Yogyakarta.
Dalam nota keuangan beserta APBN disebutkan, dana otsus Papua terutama digunakan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan.
Pada 2015, dana otsus untuk Papua senilai Rp 4,9 triliun dan Papua Barat Rp 2,1 triliun. Dana otsus terus ditingkatkan hingga tahun 2020 menjadi Rp 5,9 triliun untuk Papua dan Rp 2,5 triliun untuk Papua Barat.
Baca juga: Gubernur Papua Jadi Tersangka Kasus Dugaan Gratifikasi, Berikut Profil Lukas Enembe
Selain dana otsus, dana tambahan infrastruktur juga diberikan. Bagi Papua, pemberian dana otonomi khusus sebesar itu jelas berkontribusi signifikan bagi penerimaan daerah.
Mengingat pendapatan asli daerah (PAD) Papua dan Papua Barat masih sangat rendah, sehingga keuangannya sangat bergantung pada pemerintah pusat.
Berita ini telah tayang di Kompas.com