Kisah Pohon Saparantu yang Berusia 300 Tahun, Disebut Terkait Erat dengan Sejarah Cianjur
Pohon rindang setinggi 50-an meter di Kampung Saparantu, Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur itu konon sudah berusia 300-an tahun.
Penulis: Ferri Amiril Mukminin | Editor: Januar Pribadi Hamel
TRIBUNJABAR.ID - Pohon rindang setinggi 50-an meter di Kampung Saparantu, Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur itu konon sudah berusia 300-an tahun. Warga menyebutnya pohon saparantu.
Konon, pohon saparantu yang berada di Cianjur ini satu-satunya yang masih tersisa di dunia.
Pohon saparantu sering disebut-sebut erat kaitannya dengan sejarah Kabupaten Cianjur.
Pohon itu kini dirawat secara turun temurun oleh keluarga Pesantren Bahrululum.
Baca juga: Jalur Cianjur-Puncak Sempat Lumpuh Total, Pohon Besar Tumbang di Cangklek
Meski sudah tua, batangnya masih kokoh. Daunnya hijau dan lebat, dan masih berbuah sepanjang musim.
Pimpinan Pondok Pesantren Bahrululum, KH Khudzaifah (60), mengatakan ada banyak versi cerita terkait keberadan pohon saparantu yang mereka rawat ini.
Konon, pohon ini adalah hadiah dari Sultan Mataram saat Cianjur masih merupakan bagian dari kesultanan Islam tersebut.
Ada tiga hadiah, ujar Khudzaifah, yang diberikan Sultan Mataram kepada Cianjur. Pertama, genta raksasa. Genta itu kini masih disimpan di Gedung DPRD Cianjur.
Hadiah kedua, berupa gong. Gong ini pun hingga sekarang masih ada. Disimpan di salah seorang tetua di Kampung Kaum Tengah, tak jauh dari Kampung Saparantu.
"Hadiah ketiga, pohon saparantu ini," ujar KH Khudzaifah saat ditemui di Pondok Pesantren Bahrululum, Selasa (13/9) sore.
Versi lainnya, ujar KH Khudzaifah, pohon saparantu ini konon merupakan perwujudan dari tongkat seorang kiai sakti yang sedang diburu penjajah Belanda.
Saat itu kiai sakti tersebut menghilang tak lama setelah menancapkan tongkat.
"Konon, tongkat tersebut kemudian tumbuh menjadi pohon saparantu," ujar KH Khudzaifah.
Berbeda dengan pohon lainnya, pohon saparantu, ujarnya, tidak bertunas dan tidak dapat ditanam lagi, baik dari biji maupun melalui pencangkokan.
"Berbagai kalangan sudah datang ke sini, termasuk dari universitas yang konsen di tumbuhan, namun tak ada yang berhasil mengembangbiakan pohon saparantu meski benihnya diambil dari sini," katanya.
Para peneliti mengaku berhasil menumbuhkan hanya ukuran satu meter, tapi setelah itu mati dan mati lagi.