Kiai Muda di Indramayu Diserang

Polda Jabar: Masyarakat Tak Terpancing, Penganiaya Kiai di Indramayu Bakal Diadili Sesuai Aturan 

Polda Jabar meminta masyarakat di Indramayu untuk menahan diri, tidak terprovokasi atas peristiwa pembacokan terhadap kiai serta istri dan santri

Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Darajat Arianto
Dok PCNU Indramayu
KH Farid Ashr Waddahr atau Gus Farid, Ketua Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (Jatman) Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Polda Jabar meminta masyarakat di Indramayu untuk menahan diri, tidak terprovokasi atas peristiwa pembacokan terhadap kiai serta istri dan santri di lingkungan Pondok Pesantren An-Nur di Desa Tegalmulya, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Ibrahim Tompo mengatakan, pelaku berinisial SRN sudah diamankan dan bakal diadili sesuai dengan perbuatannya. 

"Kita imbau kepada masyarakat jangan terprovokasi dengan adanya kejadian ini," ujar Ibrahim Tompo, di Mapolda Jabar, Jumat (11/3/2022). 

Pihaknya pun memastikan bahwa kondisi KH Gus Farid sudah membaik pasca pembacokan yang dilakukan SRN pada Selasa pekan lalu. 

Baca juga: PWNU Jabar Doakan Gus Farid dan Keluarga Segera Sembuh, Juga Doakan Pelaku Diberi Hidayah Keinsyafan

"Kemarin Pak Kapolres dan Dandim sempat melihat di rumah sakit. Jadi masih sempat ngobrol dengan Pak Kiai, ya kita doakan semoga pak Kiai cepat sembuh dan cepat beraktivitas kembali," katanya. 

Sebelumnya, KH Gus Farid serta istri dan satu santri berinisial H menjadi korban pembacokan. 

Pelaku melakukan pembacokan itu menggunakan senjata tajam hingga mengakibatkan korban terluka dan menjalani perawatan di rumah sakit. 

Adapun motifnya lantaran tersangka lantaran tidak suka dengan aktivitas dzikir yang dilakukan KH Farid dengan membawa banyak orang. 

Menurut Ibrahim Tompo, dari keterangan saksi-saksi di lingkungan Pesantren, sosok tersangka ini memang memiliki pandangan berbeda soal agama. 

"Info dari masyarakat, bahwa tersangka memiliki paham yang berbeda. Sehingga tidak menyukai pelaksanaan wirid tersebut. Diperoleh informasi (tersangka berpandangan) bahwa wirid tersebut bertentangan dengan fiqih yang ia pahami, dan itu dipahami olehnya sebagai pesugihan, itu paham keliru oleh tersangka," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved