Soal Suara Azan Sama Gangguannya dengan Gonggongan Anjing, Panglima Santri Jabar Angkat Bicara
Panglima Santri Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, angkat bicara soal suara azan sama mengganggunya dengan gonggongan anjing yang dikemukakan Menteri Agama RI.
Penulis: Firman Suryaman | Editor: Hermawan Aksan
Laporan Wartawan Tribun Jabar Firman Suryaman
TRIBUNJABAR.ID, TASIKMALAYA - Panglima Santri Jabar, Uu Ruzhanul Ulum, angkat bicara soal suara azan sama mengganggunya dengan gonggongan anjing yang dikemukakan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas.
Menurut Pak Uu, sapaan akrabnya, mengumpamakan suara azan sama mengganggunya dengan gonggongan anjing tidak elok.
"Tak elok rasanya mengandaikan azan mengganggu seperti gonggongan anjing," kata Pak Uu, Kamis (25/2/2022).
Pak Uu menegaskan, gangguan gonggongan anjing sangat jauh berbeda dengan suara azan dari pengeras suara.
Bahkan, menurutnya, suara azan terbukti banyak menuntun orang untuk masuk Islam dan menjadi mualaf.
"Tidak elok menasbihkan azan dengan gonggongan anjing karena gonggongan anjing dan suara azan akan berbeda di telinga," ujar Pak Uu.
Oleh karena itu, Panglima Santri Jabar memohon Menteri Agama bijaksana dalam membuat statement.
Terkait diterbitkannya surat edaran Menteri Agama Nomor SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, Pak Uu juga meminta pihak Kemenag agar lebih bijak dalam membuat aturan.
Pak Uu mengungkapkan, surat edaran ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak sehingga memicu kegaduhan.
Terutama, katanya, waktu penerbitan surat edaran itu dinilai kurang tepat karena menjelang bulan suci Ramadan.
"Kalau boleh, Kemenag jangan bikin gaduh, karena umat Islam sekarang sedang siap-siap menghadapi bulan Ramadan," kata Pak Uu.
Pak Uu mengaku masalah surat edaran pemakaian speaker ada yang setuju, ada yang tidak.
"Tetapi justru pro kontranya itu yang bikin gaduh dan ramai," ujar Pak Uu.
Menurut Pak Uu, pihak Kemenag seyogianya melibatkan tokoh-tokoh agama dari berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk berdiskusi sebelum membuat aturan.
Dengan demikian, aturan akan lebih mudah diterapkan dan ditaati meski surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum.
"Paling tidak, ada komunikasi dulu dengan tokoh agama atau pemuka masyarakat lainnya."
"Jangan tiba-tiba terbit surat edaran. Masyarakat banyak yang bertanya pada saya," ujar Pak Uu.
Kendati secara hierarki surat edaran tidak memiliki kekuatan hukum, kata Pak Uu, masyarakat banyak yang resah dengan hal semacam itu.
Pak Uu menyarankan Kemenag lebih menitikberatkan penyusunan aturan terkait pemanfaatan masjid dan musala menjelang Ramadan, tapi disesuaikan dengan kondisi perkembangan pandemi Covid-19.
Menurutnya, langkah tersebut lebih bijak dilakukan di negara dengan penduduk mayoritas muslim ini.
Kendati demikian, Pak Uu, yang juga Wakil Gubernur Jabar ini, menyatakan siap mengikuti aturan surat edaran tersebut, sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat.
"Saya selaku perintah akan mengikuti apa yang diinstruksikan oleh pemerintah pusat karena kami merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat," kata Pak Uu. (*)