SELAIN Bebas dari Hukuman Mati, Herry Wirawan Juga Dibebaskan Dari Bayar Ganti Rugi Pada Korban
Selain dibebaskan dari hukuman mati, hakim Yohanes Purnomo Suryo juga bebaskan Herry Wirawan dari membayar restitusi untuk korban rudapaksa
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG- Selain membebaskan Herry Wirawan dari hukuman mati, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung juga bebaskan si guru ngaji bejat dari membayar restitusi senilai Rp 331 juta pada korban,
Seperti diberitakan, dalam tuntutan jaksa Kejati Jabar, selain menuntut Herry Wirawan dengan tuntutan hukuman mati, juga menuntut agar Herry Wirawan membayar restitusi atau ganti rugi pada korban senilai Rp 331 juta.
Dalam kasus ini, ,Herry Wirawan dijatuhi pidana penjara seumur hidup.
Ketua Majelis Hakim yang menaganai perkara ini, Yohanes Purnomo Suryo, menyebut, biaya restitusi untuk para korban pemerkosaan Herry Wirawan dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
Majelis hakim berpendapat Herry Wirawan tidak dapat dibebani hukuman membayar restitusi karena divonis hukuman seumur hidup.
Hakim mendasarkan itu pada Pasal 67 KUH Pidana yang berbunyi:
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
"Tidak mungkin setelah terpidana mati menjalani eksekusi mati atau menjalani pidana seumur hidup dan terhadap jenazah terpidana dilaksanakan kebiri kimia. Lagipula pasal 67 KUHP tidak memungkinkan dilaksanakan pidana lain apabila sudah pidana mati atau seumur hidup," katanya.
Baca juga: Hakim Pakai Alasan HAM Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati Bikin Korban Berderai Air Mata
"Sehingga total keseluruhan restitusi 12 orang anak korban berjumlah Rp331.527.186," katanya.
Majelis hakim menyebut undang-undang belum mengatur kepada siapa restitusi bakal dibebankan apabila pelaku berhalangan untuk membayar restitusi tersebut.
Sehingga hakim menyatakan restitusi sebesar Rp 331 juta itu merupakan tugas negara. Dalam hal ini, hakim menyebut KPPPA memiliki tugas untuk melindungi para anak korban.
"Rp331 juta dibebankan kepada KPPPA, apabila tidak tersedia anggaran tersebut, maka akan dianggarkan dalam tahun berikutnya," ucapnya.
Sebelumnya JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dihukum mati, serta sejumlah hukuman tambahan yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.
Baca juga: Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati, Hakim Yohanes Purnomo Suryo Abaikan Satu Hal Penting
Herry dituntut hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Korban Minta Jaksa Banding
Korban rudapaksa Herry Wirawan meminta jaksa Kejati Jabar untuk banding atas vonis Pengadilan Negeri Bandung yang menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
"Upaya banding adalah upaya hukum, mungkin ke depannya hasilnya seperti apa, yang jelas jaksa penuntut umum ada upaya dan komitmen," ujar Yudi Kurnia, kuasa hukum korban.
Dasar pengajuan banding, kata, Yudi Kurnia menyebut bahwa hakim Yohanes Purnomo Suryo menyenyampingkan syarat pelaku kejahatan terhadap anak bisa dipidana mati.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D, menimbulkan:
Korban lebih dari 1 (satu) orang, Mengakibatkan luka berat, Gangguan jiwa, Penyakit menular, Terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun.
"Padahal unsur-unsur hukuman mati sudah sangat terpenuhi," kata Yudi Kurnia di Garut, Selasa (15/2/2022).
Putusan hukuman penjara seumur hidup menurutnya menyakiti perasaan keluarga korban yang sedari awal sudah mengharapkan hukuman mati bagi terdakwa.
"Si pelaku masih bisa bernapas walau pun di dalam penjara, sementara keluarga korban sesak menghadapi masa depan anak-anak, harapan anak sudah dibunuh, sementara si heri masih bisa bernapas," ungkapnya.
Yudi menjelaskan dari fakta persidangan terdakwa tidak membantah sedikit pun atas kesaksian para korban, unsur-unsur hukuman mati pun sudah terpenuhi.
Menurutnya kejadian tersebut merupakan kejadian yang luar biasa, diperparah dengan terdakwa yang seorang guru pengajar sekaligus guru pengasuh yang seharusnya melindungi muridnya.
Perbuatan terdakwa pun melakukan perbuatan bejat kepada 13 orang santriwati pun dilakukan secara berulang.
"Apakah ini bukan suatu kejadian luar biasa, kami mohon kepada jaksa penuntut umum untuk berani banding," kata dia.