Guru Rudapaksa Santri
Alasan Hakim Tolak Hukuman Mati, Kebiri, dan Denda untuk Herry Wirawan yang Hamili Santriwati
Majelis hakim juga menolak mengabulkan tuntutan kebiri kimia, denda Rp 500 juta, serta restitusi atau ganti rugi kepada korban Rp 331 juta.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Hermawan Aksan
"Sehingga total keseluruhan restitusi 12 orang anak korban berjumlah Rp 331.527.186," katanya.
Majelis hakim menyebut undang-undang belum mengatur kepada siapa restitusi bakal dibebankan apabila pelaku berhalangan untuk membayar restitusi tersebut.
Karena itu, hakim menyatakan restitusi sebesar Rp331 juta itu merupakan tugas negara.
Dalam hal ini, hakim menyebut KPPPA memiliki tugas untuk melindungi para anak korban.
"Rp331 juta dibebankan kepada KPPPA. Apabila tidak tersedia anggaran tersebut, akan dianggarkan dalam tahun berikutnya," ucapnya.
Sebelumnya, JPU Kejati Jabar menuntut Herry Wirawan dihukum mati, serta sejumlah hukuman tambahan, yakni pidana tambahan pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda Rp 500 juta dan restitusi kepada korban Rp 331 juta, pembubaran yayasan pesantren termasuk Madani Boarding School dan penyitaan aset dan barang bukti untuk dilelang.
Herry dituntut hukuman itu sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 yentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Sebelumnya diberitakan, Atalia Praratya Ridwan Kamil menyampaikan 11 poin tanggapan terkait vonis Herry Wirawan hanya seumur hidup sudah dijatuhkan hakim.
Menurut Atalia, hari ini, Selasa (15/2/2022), vonis hakim kepada Herry Wirawan sudah dijatuhkan walaupun lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Atalia berharap vonis berat dari hakim ini dapat menimbulkan efek jera agar kasus serupa tak terulang lagi.
Baca juga: Keluarga Korban Berderai Air mata saat Hakim Bebaskan Herry Wirawan dari Hukuman Mati
"Saya juga terus mendorong supaya tak berhenti sampai di sini saja karena kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es."
"Banyak terjadi tetapi sedikit yang dilaporkan," ujarnya.
Atalia mengatakan, masyarakat perlu terus didorong untuk berani melaporkan ke jalur hukum.
Diharapkan semakin banyak kasus yang dilaporkan dan diungkap, semakin banyak korban yang bisa ditolong, salah satunya dalam hal pemulihan trauma.
Menurut Atalia, salah satu fokus gerakan ini bersama semua kabupaten/ kota, kita mempersuasi masyarakat untuk berani melapor kasus kekerasan kepada perempuan dan anak.