Hakim Itong Isnaeni Hidayat Tiba-tiba Berteriak di Gedung KPK Saat Pengumuman Tersangka Kasus Suap
Hakim PN Surabaya Itong Isnaeni Hidayat langsung bereaksi saat diumumkan KPK ditetapkan tersangka kasus suap, pada Kamis (20/1/2022) di Gedung KPK
TRIBUNJABAR.ID,JAKARTA- Hakim PM Surabaya Itong Isnaeni Hidayat langsung bereaksi saat diumumkan KPK ditetapkan sebagai tersangka kasus suap, pada Kamis (20/1/2022) di Gedung KPK.
Saat itu, Komisioner KPK Nawawi Pamolango hadir membacakan pengumuman tersangka kasus suap itu.
Tiba-tiba, hakim Itong Isnaeni Hidayat yang dihadirkan dengan pakaian tahanan KPK balik badan dan berteriak.
"Maaf ini tidak benar, saya tidak pernah menjanjikan apapun," teriak Itong sambil mengangkat tangannya yang terborgol.
Melihat itu, sejumlah wartawan dan petugas KPK melihat Itong Isnaeni Hidayat. Petugas KPK tampak meminta sang hakim untuk kembali balik badan.
Baca juga: ARTERIA Dahlan dan Semua Anggota DPR RI Kebal Hukum, Diperiksa Harus Ada Izin, Simak Alasannya
"Itu semua omong kosong,” kata dia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka. Yakni Hamdan dan seorang pengacara, Hendri Kasiono. Dua orang lainnya, Dewi selaku sekretaris Hendro dan Direktur PT Soyu Giri Primedika Achmad Prihanto berstatus saksi.
Nawawi Pamolango mengatakan kasus bermula saat Itong Isnaeni Hidayat jadi hakim tunggal sidang permohonan pembubaran TP Soyu Giri Primedika.
Kemudian Hendro sebagai pengacara PT SGP diduga melakukan kesepakatan dengan kliennya untuk menyiapkan sejumlah dana untuk diberikan pada hakim yang memimpin persidangan perkara tersebut.
“Diduga uang yang disiapkan senilai Rp 1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri sampai tingkat Mahkamah Agung,” sebut Nawawi.
Baca juga: Polemik Bahasa Sunda Arteria Dahlan, Sanksi dari PDIP hingga Dilabrak Lord Rangga Sunda Empire
Permintaan Hendro adalah agar PT SGP bisa dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi senilai Rp 50 miliar.
Guna merealisasikan rencana itu, Hendro menemui Hamdan sebagai panitera pengganti dan menyampaikan agar hakim memberi putusan sesuai keinginanya.
Nawawi mengatakan Hendro berulang kali menghubungi Hamdan melalui sambungan telepon. Pada percakapan itu, keduanya menggunakan kode tertentu untuk menyamarkan percakapan tentang pemberian uang.
"Dengan menggunakan istilah upeti untuk samarkan maksud dari pemberian uang," katanya.
Di satu sisi, lanjut Nawawi, Hamdan selalu melaporkan pada Itong tentang hasil komunikasinya dengan Hendro. Lantas, Itong menyetujui permintaan itu dengan syarat meminta imbalan uang dalam nominal tertentu.