Guru Rudapaksa Santri
Dukungan Hukuman Mati untuk Guru Bejat Herry Wirawan Datang dari Berbagai Kalangan, Termasuk MUI
Dukungan agar pelaku rudapaksa terhadap belasan santri di Bandung itu dihukum mati disampaikan berbagai kalangan
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Seli Andina Miranti
Dia berharap tuntutan hukuman yang diberikan kepadanya dapat menjadi efek jera bagi pelaku-pelaku serupa lainnya.
"Kami semua sepakat pelaku itu sudah lakukan tindakan di luar batas kewajaran. Jadi, ya wajar saja jika tuntutannya itu hukuman mati. Semoga bisa menjadi efek jera, karena bisa dibayangkan apa yang dilakukan Herry ini dampak yang dirasakan orangtua dan si anak," katanya di Lapangan Gasmin, Antapani, kemarin.
Selebihnya, Yana pun mengaku menyerahkan permasalahan ini kepada aparat penegak hukum. Namun yang jelas, Yana menegaskan dia sepakat terkait tuntutan terhadap Herry yakni hukuman mati dan kebiri kimia.
Tuntutan hukuman mati dan kebiri terhadap Herry dibacakan langsung oleh Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulayana, di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE. Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1).
"Kami pertama menurut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, kami juga menjatuhkan dan meminta hakim untuk menyebarkan identitas terdakwa dan hukuman tambahan, kebiri kimia," ujar Asep.
"Kami juga meminta denda Rp 500 juta rupiah subsider satu tahun kurunganan dan mewajibkan terdakwa membayar restitusi," tambahnya.
Kasipenkum Kejati Jabar, Dodi Gazali Emil, mengatakan, tuntutan kebiri menjadi opsi jika nantinya majelis hakim memvonis terakdwa hanya dengan hukuman penjara selama 20 tahun atau seumur hidup.
Baca juga: Herry Wirawan Guru Hamili Banyak Santri Akan Ditembak dari Jarak 5 Meter, Jika Tuntutan Dikabulkan
"Jadi kita mempersiapkan segala sesuatunya, kalau nantinya hakim memutuskan dia seumur hidup, berarti dia kan masih hidup dan masih bisa dikebiri karena untuk menghindari jangan sampai dia berbuat lagi dalam beberapa waktu mendatang," ujar Dodi, saat dihubungi melalui sambungan telepon, kemarin.
"Sebab, kalau misalnya diputus 20 tahun tapi tidak menuntut kebiri, nanti hakim bilang enggak ada tuntutan kebiri, kan bisa saja. Nah, itu intinya. Jadi, segala sesuatunya kita siapkan," tambahnya.
Sebaliknya, kata dia, jika majelis hakim mengabulkan tuntutan pertama jaksa, berupa hukuman mati terhadap Herry, maka kebiri bakal dipertimbangkan apakah perlu atau tidak.
"Pada dasarnya ini terobosan hukum yang dilakukan untuk bagaimana membuat jera dan membuat orang takut untuk melakukan perbuatan seperti itu, ini perbuatan yang sangat serius dan perbuatan yang sangat keji dan merugikan banyak anak, ini bentuk komitmen kejaksaan bagaimana melindungi anak," katanya.
Kriminolog Universitas Padjadjaran (Unpad), Yesmil Anwar, mengingatkan agar tuntutan untuk Herry Wirawan jangan sampai atas dasar tekanan masyarakat yang ingin balas dendam terhadap terdakwa.
"Balas dendam, itu cara berpikir klasik, kita harus pakai cara berpikir yang modern. Tidak hanya balas dendam, tapi juga pengayoman bagi semua nilai-nilai yang ada dan penjeraan bagi orang yang ingin melakukan itu," ujar Yesmil, saat dihubungi melalui sambungan telepon, kemarin.
Sejak kasus ini menjadi perhatian publik,ujarnya, banyak kalangan masyarakat terutama di media sosial yang melakukan penghakiman terhadap pelaku. Kondisi itu, kata dia, jangan sampai menjadi tekanan bagi jaksa sehingga membuat tuntutan yang seolah mengamini keinginan masyarakat.
"Sebetulnya ini kan masyarakat yang melakukan penghukuman, kalau diikutin semua keinginan masyarakat. Apalagi masyarakatnya warganet. Masa keadilan hukum kalah sama keadilan Medsos. Jadi, ini harus berhati-hati dan melihat dari perspektif hukum yang benar," katanya.